Sabtu, 07 Juni 2014

KERAJAAN TURKI USMANI



BAB I
PENDAHULUAN

a.      Latar Belakang

Dengan menyebut nama alloh yang maha pengasih lagi maha penyayang.

Setelah Khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tenata Mongol, kekuatan politik islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya tercabik-cabikdalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya da peradaban islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa mongol itu, keadaan politik Ummat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar, di antaranya Usmani di Turki, Mughal di India dan Safawi di Persia. Kerajaan Usmani ini adalah yag pertama berdiri juga yang terbesar dan paling lama bertahan di bandingkan dua kerajaan lainnya.
Kerajaan Turki Usmani merupakan salah satu Keraja
an Islam yang cukup berpengaruh di daratan Eropa pada sekitar abad ke-13 hingga ke-20 M. dalam masa pemerintahannya, turki usmani tidak banyak memperhatikan dunia pendidikan. Jika dibandingkan dengan masalah politik, pendidikan pada masa pemerintahan turki usmani jauh tertinggal. Selama berkuasa kurang lebih tujuh abad, Turki Usmani tidak banyak melahirkan ilmuan yang berpengaruh dalam dunia Islam. Untuk mengetahui labih jelasnya maka dalam makalah ini akan kami terangkan lebih lanjut mengenai Turki Usmani. 

Dengan makalah ini kami akan mencoba  untuk membehas  dan menerangkan awal kerajaan Turki Usmani, dan sebelumya kami pemakalah mohon maaf yang sebesar-besarnya jika makalah yang pemakalah tulis ini masih belum sempurna, dengan apa yang sudah di perintahkan dan pemakalah  juga meminta saudara dan kawan–kawan mahasiswa untuk memberikan masukan atau kritik dan saran dalam penulisa makalah ini, hal ini sebagai proses pembelajaran.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kerajaan Usmani
1.      Asal- usul Dinasti Usmani dan Awal Berdirinya Kerajaan Usmani
Dinasti Usmani merupakan suku bangsa pengembara, dinasti Usmani berasal dari bangsa Qayigh Oghuz[1]  yang dipimpin oleh Sulaiman Syah. Pada waktu itu Sulaiman Syah mengajak anggota sukunya untuk menghindar dari serbuan bangsa Mongol yang ketika itu dunia Islam di bawah kekuasaan Dinasti Khawarizmi Syah pada tahun 1219- 1220 M. Kenudian dia mengajak anggota sukunya lari ke arah Barat (Asia kecil). Saat perjalanan di Syam pemimpin orang- orang Turki mendapat kecelakaan, mereka hanyut di Sungai Euphrat karena terjadi banjir besar pada tahun 1228.[2] Kemudian mereka terbagi kedalam dua kelompok, kelompok pertama ingin pulang ke negeri asalnya ; dan kedua meneruskan perjalanannya ke Asia Kecil. Kelompok kedua berjumlah sekitar 400 keluarga yang dipimpin oleh Erthogrol bin Sulaiman. Mereka menghambakan diri kepada Sultan Alaud-Din II dari Dinasti Saljuk di Konya, Anatolia, Asia Kecil.
Ketika Dinasti Saljuk berperang melawan Byzantium, Erthogtol memberikan bantuan kepada Dinasti Saljuk sehingga memperoleh kemenangan. Akhirnya Sultan merasa senang dan memberikan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Byzantium. Sejak saat itu mereka mulai menata wilayah barunya dan menjadikan kota Syuhud (Sogud/Sukud) sebagai ibukota. Pada tahun 1289 Erthogrol meninggal. Dia meninggalkan seorang putra bernama Usman. Usman dianggap sebagai pendiri Dinasti Usmani dan banyak berjasa kepada Sultan Alaud-Din II karena telah berhasil menduduki benteng- benteng Byzantium yang berdekatan dengan kota Broessa. Ketika bangsa Mongol menyerang Dinasti Saljuk dan mengakibatkan terbunuhnya Sultan Alaud-Din II pada tahun 1300. Kemudian Usman menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas wilayah yang di dudukinya. Sejak saat itulah Kerajaan Usmani dinyatakan berdiri.[3] Penguasa pertamanya adalah Usman bin Erthogrol atau biasa disebut Usman I. Kemudian menyatakan dirinya sebagai Padisyah al- Usman (Raja besar Keluarga Usman).
2.      Perluasaan Wilayah
Setelah Usman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah. Usman I mulai memperluas wilayah kerajaannya. Ia menyerang wilayah perbatasan Byzantium dan menaklukkan wilayah Broessa serta menjadikan wilayah tersebut sebagai ibu kota kerajaan Turki Usmani pada tahun 1326 M. Pada masa pemerintahan Orkhan Turki Usmani dapat menaklukan Azumia (1327), Tasasyani (1330), Uskandar (1328), Gallipoli (1356). Wilayah ini merupakan bagian bumi Eropa yang pertama kali diduduki Kerajaan Usmani. Saat Murad I berkuasa pada tahun 1359- 1389 M, ia mulai melakukan perluasan wilayah ke benua Eropa. Murad I dapat menaklukan wilayah Adrianopel, Macedonia, Sopia, Salonia dan seluruh wilayah bagian utara Yunani. Karena kemajuan ekspansi kerajaan Turki Usmani ke wilayah Eropa akhirnya Paus mengobarkan semangat perang. Pasukan besar sekutu Eropa disiapkan untuk memukul mundur Turki Usmani.Pasukan Eropa ini dipimpin oleh raja Hongaria yaitu Sajisman. Namun Sultan Bayazid I pengganti Sultan Murad I dapat menghancurkan pasukan sekutu Kristen.[4]
3.      Sistem Pemerintahan dan Bidang Militer
 Raja-raja Dianasti Uamani bergelar sultan dan khalifah sekaligus. Sultan menguasai kekuasaan duniawi dan khalifah berkuasa di bidang agama/spiritual/ikhrawi. Mereka mendapatkan kekuasaan secara turun-temurun, akan tetapi tidak harus putra pertama yang berhak menjadi penggantinya ada kalanya putra kedua atau ketiga dan selanjutnya pergantian sultan, bahkan pada perkembangan selanjutnya pergantian kekuasaan itu juga diserahkan kepada saudara sultan, bukan kepada anaknya.[5]

Di dalam perjalanan roda pemerintahan, Sultan/Khalifah dibantu oleh seorang Mufti atau yang lebih di kenal syaikhul-islam dab shadrul-a’dham. Kalau syeikhul-islam mewakili sultan/khalifah dalam melaksanakan wewenang agamanya, maka shadrul-a’dham (perdana menteri) mewakili kepala Negara dalam melaksakan wewenang duniawi.[6]

Dalam mengelola wilayah yang sangat luas para sultan Turki Usmani selalu bertindak tegas. Selain itu terciptanya jaringan struktur pemerintahan yang teratur, para sultan di bantu oleh perdana menteri, yang membawahi pasya (gubernur). Gubernur mengepepalai daerah tingkat I. Selanjutnya di bawahnya ada beberapa orang al- zanaziq atau al- ‘alawiyah (bupati). [7] Sebagaimana diketahui, para sultan dinasti usmani dalam menjalankan pemerintahannya mengandalkan pasukan jannissari. Pasukan jannisari dilengkapi dengan pasuka kavaleri propinsial. Sebagaimana dari prajurit kavaleri usmani adalah kalangan budak. Mereka direkrut dari penduduk turki non budak yang didanai oleh timars sejenis, dengan iqhta’ di timur tengah-pemberian pendapatan pajak sebagai imbalan bagi tugas kemiliteran. Pada tahun 1527 terdapat sekitar 28.000 infanteri budak dan sekitar 70.000 sampai 80.000 kavaleri yang 37.000 dari mereka sebagai pemegang hak timar. Selain pasukan militer yang telah disebutkan di muka, juga terdapat beberapa prajurit dan penyerbu di wilayah pertahanan yang digajidengan pembebasan pajak. [8]

Untuk pertama kali kekuatan militer kerajaan Turki Usmani mulai diorganisasi dengan baik dan teratur pada saat terjadi kontak senjata dengan Eropa. Pada saat itu pasukan tempur yang besar sudah terorganisasi. Semua pengorganiasian yang tertata dengan baik pada militer Usmani tidak menemui hambatan yang berarti. Tetapi hal itu tidak berlangsung lama setelah kemenangan tercapai, karena kekuatan militer yang besar ini dilanda kekisruhan. Para perajurit kesadarannya mulai menurun, mereka semua merasa dirinya sebagai pemimpin- pemimpin yang berhak mnerima gaji. Namun keadaan tersebut segera dapat diatasi oleh Orkhan setelah mengadakan perombakan besar- besaran dalam tubuh militer. Pembaruan yang terjadi dalam tubuh militer oleh Orkhan, tidak hanya dalam bentuk mutasi personel pemimpin- pemimpinnya saja, tetapi perombakan juga terjadi dalam keanggotaan. Bangsa- bangsa selain bangsa Turki juga dimasukan kedalam keanggotaan. Selain itu anak- anak Kristen juga diasramakan untuk di bina dan di didik dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. 
Sebuah administrasi birokratik sangat diperlukan dalam penggajian militer budak. Orkhan (1324-1360) melantik seorang wazir untuk menangani administrasi dan kemiliteran pusat dan mengangkat sejumlah gubernur sipil untuk sejumlah provinsi yang di takhlukkan. Kepala-kelapa jabatan dalam ebuah dewan kerajaan. Lantaran imperium usmani semakin meluas, beberapa provinsi yang semula daerah jajahan yang menyerahkan upeti digabung menjadi sebuah sistem administrasi. Unit propinsial yang paling besar yang dinamakan baylerbayliks, dibagi menjadi Sanjak-Bayliks dan selanjutnya dibagi-bagi menjadi timarliks yang distrik tersebut diserahkan kepada pejabat-pejabat militer sebagai ganti gaji mereka. Pada abad keenambelas term vali telah menggantikan beylerbey dengan pengertian seorang gubernur dan term eyalet digunakan sebagai arti provinsi beberapa provinsi di Eropa, yakni Rumania dan Trasylvania, Crimea dan beberapa distrik di Anatoliayag berbeda di dalam pengawasan masyarakat kurdi dan turki tetap berlangsung sebagai provinsi semi merdeka yang wajib meyerahkan upeti (hukumet). [9]







BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan

Kerajaan Turki Usmani pada awalnya adalah sebuah dinasti yang tunduk pada kekhalifahan Abbasiyah. Namun setelah hancurnya Baghdad di tangan bangsa Mongol, orang- orang Turki semakin mempertegas kemandirian mereka dalam membangun wilayahnya kekuasaannya sendiri. Kemudian setelah itu kerajaan Turki Usmani berkembang menjadi kekhalifahan yang besar dan memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan peradaban Islam, selain itu kekhalifahan Turki Usmani memiliki peran yang cukup signifikan dalam perkembangan wilayah Islam mencakup Eropa Timur, Asia Kecil, Asia Tengah, Timur Tengah, Mesir dan Afrika Utara.     












DAFTAR PUSTAKA


Maryam, Siti (dkk). SPI Dari Masa Klasik Hingga Modern, Yogyakarta : Jur SPI         Fakultas Adab & LESFI, 2002
Nasution, Harun.  Islam Ditinjsu dari Berbagai Aspeknya I (Jakarta: UI Pres, 1979
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT Grafindo Persada, 2008



[1] Siti Maryam dkk, SPI Dari Masa Klasik Hingga Modern, Yogyakarta : Jur SPI Fakultas Adab & LESFI, 2002, hlm. 151
[2] Ibid, hlm 152
[3] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Amzah, 2010, hlm 195
[4] Ibid, hlm 196
[5] Siti Maryam dkk, SPI Dari Masa Klasik Hingga Modern, Yogyakarta : Jur SPI Fakultas Adab & LESFI, 2002, hlm. 157
[6] Siti Maryam dkk, SPI Dari Masa Klasik Hingga Modern, Yogyakarta : Jur SPI Fakultas Adab & LESFI, 2002, hlm.157
[7] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT Grafindo Persada, 2008, hlm 135
[8] Siti Maryam dkk, SPI Dari Masa Klasik Hingga Modern, Yogyakarta : Jur SPI Fakultas Adab & LESFI, 2002, hlm.157
[9] Siti Maryam dkk, SPI Dari Masa Klasik Hingga Modern, Yogyakarta : Jur SPI Fakultas Adab & LESFI, 2002, hlm.157

0 komentar:

Posting Komentar