Abstrak
Agama Islam mulai
masuk ke Burma (Myanmar) sejak abad ketujuh Masehi, dibawa oleh para pedagang
Muslim. Islam di Burma merupakan agama
minoritas yang berdampingan dengan agama Kristen, Hindu dan agama Buddha yang
merupakan Mayoritas. Islam di salah satu kawasan Asia Tenggara ini sangatlah
berbeda dengan kawasan Asia tenggara lainnya seperti Indonesia Malaysia maupun
Brunei. Islam Masuk ke Burma pertama kali di Arakan yakni bagian
timur dari pesisir pantai Pagan (Bagan). Walaupun
daerah Arakan merupakan salah satu daerah di pesisir pantai Burma telah menjadi sebuah jalur
perdagangan yang telah banyak dilalui oleh para pedagang. Bagaimana perjalanan
sejarah Myanmar? dan sejak kapan islam masuk di Myanmar? Untuk lebih mendalam
pembahasan Myanmar dapat di lihat di makalah kami
Keyword:
sejarah Myanmar, Islamisasi dan keadaan masyarakat.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Myanmar (atau
yang juga dikenal sebagai negara Birma / Burma) adalah salah satu negara di
Asia Tenggara. Negara seluas 680 ribu km2
ini telah diperintah oleh pemerintahan militer sejak kudeta tahun 1988.
Negara yang termasuk negara berkembang ini memiliki populasi sebanyak 50 juta
jiwa. Ibu kota ini sebelumnya terletak di Yangon, namun dipindah ke Naypyidaw
pada tanggal 7 November 2005. Pada 1988, terjadi gelombang demonstrasi besar
menentang pemerintahan junta militer. Gelombang demonstrasi ini berakhir dengan
tindak kekerasan yang dilakukan tentara terhadap para demonstran. Lebih dari
3000 orang terbunuh. Perubahan nama dari Birma menjadi Myanmar dilakukan oleh
pemerintahan junta militer pada tanggal 18 Juni 1989. Junta militer mengubah
nama Birma menjadi Myanmar agar etnis non-Birma merasa menjadi bagian dari
negara. Walaupun begitu, perubahan nama ini tidak sepenuhnya diadopsi oleh
dunia internasional, terutama di negara-negara persemakmuran Inggris. Maynmar dibagi menjadi tujuh
negara bagian dan tujuh region, yaitu: Negara Bagian Chin, Negara Bagian Kachin, Negara
Bagian Kayin (Karen),
Negara Bagian Kayah (Karenni), Negara Bagian Mon, Negara Bagian Rakhine (Arakan) dan Negara Bagian Shan. Sedangkan region negara tersebut,
yaitu:
Region
Irrawaddy,
Region
Bago,
Region
Magway,
Region
Mandalay, Region Sagaing, Region Tanintharyi dan Region Yangon. Negara Myanmar
pun juga memiliki kelompk etnis, diantaranya:
- Bamar/Birma. Dua pertiga dari total warga Myanmar. Beragama Buddha, menghuni sebagian besar wilayah negara kecuali pedesaan.
- Karen. Suku yang beragama Buddha, Kristen atau paduannya. Memperjuangkan otonomi selama 60 tahun. Menghuni pegunungan dekat perbatasan dengan Thailand.
- Kayah. Etnis yang beragama Buddha yang berkerabat dengan etnis Thai.
- Arakan. Juga disebut Rakhine, umumnya beragama Buddha dan tinggal di perbukitan di Myanmar barat.
- Mon. Etnis yang beragama Buddha yang menghuni kawasan selatan dekat perbatasan Thailand.
- Kachin. Kebanyakan beragama Kristen. Mereka juga tersebar di Cina dan India.
- Chin. Kebanyakan beragama Kristen, menghuni dekat perbatasan India.
- Rohingya. Etnis yang beragama Islam yang tinggal di utara Rakhine, banyak yang telah mengungsi ke Bangladesh atau Thailand.[1]
Abad-Abad
Awal Agama Islam pertama kali tiba di Myanmar pada tahun 1055.Para saudagar
Arab yang beragama Islam ini mendarat di delta Sungai Ayeyarwady, Semenanjung
Tanintharyi, dan Daerah Rakhin.Kedatangan umat Islam ini dicatat oleh
orang-orang Eropa, Cina dan Persia. Populasi umat
Islam yang ada di Myanmar saat ini terdiri dari keturunan Arab, Persia, Turki,
Moor, Pakistan dan Melayu. Selain itu,
beberapa warga Myanmar juga menganut agama Islam seperti dari etnis Rakhin dan
Shan. Populasi Islam di Myanmar sempat meningkat pada masa penjajahan Britania
Raya, dikarenakan banyaknya umat Muslim India yang bermigrasi ke Myanmar. Tetapi, populasi
umat Islam semakin menurun ketika perjanjian India-Myanmar ditandatangani pada
tahun 1941. Sebagian
besar Muslim di Myanmar bekerja sebagai penjelajah, pelaut, saudagar dan
tentara. Beberapa di antaranya juga bekerja sebagai penasehat politik Kerajaan
Burma. Muslim Persia menemukan Myanmar setelah menjelajahi daerah selatan Cina.
Koloni muslim Persia di Myanmar ini tercatat di buku Chronicles of China di
860. Umat muslim asli Myanmar disebut Pathi dan muslim Cina disebut Panthay.
Konon, nama Panthay berasal dari kata Parsi. Kemudian, komunitas muslim
bertambah di daerah Pegu, Tenasserim, dan Pathein. Tapi komunitas muslim ini
mulai berkurang seiring dengan bertambahnya populasi asli Myanmar. Pada abad
ke-19, daerah Pathein dikuasai oleh tiga raja muslim India. Pada zaman Raja
Bagan yaitu Narathihpate (1255-1286), pasukan muslim Tatar pimpinan Kublai Khan
dan menguasai Nga Saung Chan. Kemudian, pasukan Kublai Khan ini menyerang
daerah Kerajaan Bagan. Selama peperangan ini, Kolonel Nasrudin juga menguasai
daerah Bamau.[2]
B. Pembatasan Rumusan Masalah
Kami di makalah ini akan lebih mengarah pada pembahasan mengenai
sejarah Myanmar serta proses masuknya islam di Negara Myanmar, kami tidak
membahas mengenai kondisi politik di Negara Myanmar serta pelanggaran HAM
kelompok minoritas Islam Rohingnya.
C. Tujuan Penulisan
Negara Myanmar yang menjadi satuan anggota asean sangatlah
menarik dalam tinjauan sejarah dan perjalanan negaranya, terutamanya mengenai
islamisasi di Negara Myanmar yang saat ini menjadi Negara yang berpenduduk Budha
mayoritas, dalam pembahasan makalah ini kami akan memberikan informasi mengenai
Islamisai Myanmar dan perjalanan Negara Myanmar yang sudah kami dapatkan
sumber-sumbernya.
D. Manfaat Penulisan
Tentu saja manfaat dari penulisan makalah saya untuk
memberikan informasi dan sekelumit kabar mengenai sejarah negara Myanmar dan
proses perjalanan Islamisasi Myanmar yang hingg saat ini masih bertahan
masyarakat muslaim di Myanmar, makalah kami ini juga sebagai informasi yang
sangat penting mengenai Myanmar yang terkhusus bagi Mahasiswa/I dan umumnya
masyarakat Indonesia .
E. Metodologi Penulisan
Saya mengambil metode penulisan dari sumber sejarah Asia
Tenggara M.C, Ricklefs, Pdf online yang
saya dapatkan, namun kami belum mendapatkan buku mengenai Myanmar dan Islamisasi-nya,
namun sumber jurnal dan Pdf online terpercaya, dari penelitian dosen-dosen serta
sripsi Mahasiwa/I.
F. Sistematika Penulisan
Dalam Bab I menjelaskan mengenai pendahuluan yang mengandung
pokok persoalan yang akan di jelaskan secara luas di makalah ini, sebagaimana
yang sudah di uraikan di awal.
Dalam Bab II menjelaskan sejarah Myanmar serta Islamisai di
Negara Myanmar.
Dalam Bab III merangkum dan mengupas pembahasa makalah ini
sebagaimana yang sudah di terangkan dalam Bab II
BAB I
PEMBAHASAN
Profil Negara Myanmar
Berdirinya Dinasti Konbaung
Pada tahun 1750-an seorang kepala provinsi yang
kemudian dikenal dengan Alaungpaya (embrio Budha) mengalahkan rival-rival
lokalnya dan menggelar acara penobatan diri di Ava sebagai Raja Burma dari
(bertakhta 1750-1760). Ia lalu menyerang Pegu (Bago) dan pusat-pusat satelitnya
pada tahun 1757. Bersatunya lembah sungai Irrawaddy mendorong lahirnya
reformasi pemerintahan, budaya dan ekonomi baru yang di adopsi serta di
kembangkan dalam berbagai tingkatan di bawah kepemimpinan raja-raja berikutnya
seperti Hsinbyushin (bertakhta 1763-1776), bodaypaya (bertakhta 1782-1819) dan
Bagyidaw (bertakhta 1819-1837). Pada 1759 alaungpaya telah menakhlukkan kembali
Shan dan menata ulang kekuasaan di Manipur. Pada tahun 1760-an dan 1770-an para
penerusnya tidak hanya berhasil menembus pertahanan Ayutthaya tetapi juga
menggagalkan empat invasi besar china. Tantangan yang dihadapi monarki konbaung
tidak jauh berbeda dari apa yang dialami Raja-raja sebelumnya. Faksionalisme di
istana, persaingan antarmenteri dan sector keagamaan yang relative kuat namun
terbagi-bagi membuat para abdi dimanjakan patronasi sehingga menghilangkan akses
tak terbatas Negara untuk menggali lebih kuat dalam bakat, tenaga kerja dan
keahlian , istana Konbaung kemudian menjalankan reformasi pemerintahan untuk
mengatasi masalah kebijakan dalam negeri dan luar negeri. Banyak dari reformasi
ini diarahkan pada alokasi dan pengorganisasian asset-aset kerajaan. Namun
dalam upaya penyelesaian konflik perbatasan barat membuat Burma (Myanmar) harus
menghadapi masalah yang belum pernah terjadi sebelumnya, sebab adanya kompetisi
militer dan perspektif EEIC (Perusahaan Dagang Hindia Timur Inggris) yang
ketika itu memerintah sebagian besar wilayah India, hal ini merupakan yang baru
bagi masyarakat Myanmar. [3]
Reformasi Pemerintahan Konbaung
1752-1824
Kebijakan domestik Konbaung dalam bidang
pengelolaan sumber daya manusia banyak pengulang pendekatan yang telah ada. Isu
utamanya adalah pentingnya membatasi kekuasaan dan gerak para pemimpin Provinsi
serta sektor keagamaan agar tidak menarik tenaga kerja dan orang-orang berbakat
menjauh dari korps pegawai kerajaan . Alaungpaya mereorganisasikan dinas
militer, mengembalikan kewenangan para kepala dinas, menciptakan
pejabat-pejabat bawahan baru dan meningkatkan skala pengawasan terhadap
pusat-pusat daerah. Jika raja-raja sebelumnya menugaskan para kerabat untuk
mengelola wilayah-wilayah sekunder (Bayin) di luar wilayah inti kerajaan,
Raja-raja Konbaung berlaku sebaliknya. Mereka berusaha menjaga agar keberadaan
para pengklaim takhta ini tidak jauh dari Ibukota ketimbang mengangkat para
anggota keluarga kerajaan itu dengan mandate terbatas dalam pergantian
kekuasaan sebagai gubernur (Myoun) di wilayah-wilayah tersebut.[4]
Masyarakat dan Perbatasan
Raja-raja konbaung memelihara dengan baik
hubungan luar negeri yang kompleks dengan negeri tetangganya. Tantangannya
adalah bagaimana mencairkan hubungan denga kerajaan tetangga dan koloni-koloni
pembayar upeti ketika titik-titik perbatasan seringkali tidak diakui oleh
masyarakat yang hidup di sana. Mayoritas konflik yang berkembang seiring dengan
meningkatnya kekuatan asing kolonial (terutama Inggris) merupakan hasil
perdebatan mengenai di mana otoritas legal atas penduduk, sumber daya alam,
serta tanah harus di mulai dan di akhiri. Pada tahun 1811 seorang pria bernama
Chin Pyan memimpin aksi beringas, merebut arakan, menghabisi nyaris seluruh
penduduk Burma di Ibukota Mrohaung. Ia kemudian mengajukan diri untuk menjadi
vasal Inggris, kendati tawarannya ditolak dan seorang utusan inggris justru
mengirim utusan ke Istana Bodawpaya untuk melaporkan ke posisi Inggris,
kejadian ini beserta kegagalan EEIC menetralisir chin pyan secara signifikan
dan mempengaruhi hubungan Inggris dan Burma (Myanmar) dan menguak
ketidakstabilan kondisi kerajaan dengan Arakan, Assam dan Manipur. Mengamankan
perbatasan barat dan balas dendam atas kekalahan Burma menjadi prioritas utama
kerajaan sewaktu menghadapi Siam di timur.[5]
Penakhlukan Burma oleh Inggris
(Perang Inggris-Burma I 1824-1828)
Perselisihan perbatasan yang memicu perang
Inggris-Burma I pada 1824 bermula dari kebijakan ekspansi dinasti Konbaung pada
abad ke-18. Mereka berupaya mengintegrasikan zona-zona perbatasan barat ke dalam
Negara Burma serta pengaruh Territorial English East India Company (EEIC) yang
semakin besar di Asia Tenggara. Awal abad ke 19 kerajaan-kerajaan semi otonom
arakan, Manipur dan Assam yang sebelumnya menjadi daerah penyangga antara
wilayah-wilayah EEIC dengan kerajaan ava sudah berada di bawah kekuasaan Burma.
Situasi ini membuat para pejabat di London
dam Kolkata (Calcutta) merasa posisinya terancam. Mereka lalu
mengerahkan pasukan di sepanjang perbatasan india inggris untuk menghambat
penetrasi dalam bentuk apapun yang dilakukan pasukan Burma, kecurigaab,
ketidaktahuan dan kepercayaan diri berlebihan dari kedua sisi perbatasan makin
menambah masalah ketika misi-misi diplomatik berupaya mendinginkan situasi yang
sudah memanas ini. Masyarakat di sepanjang perbatasan dan diantara keduanya
mengambil keuntungan dari perselisihan ini. Mereka kerapkali mengadudomba kedua
kekuatan untuk mempertahankan otonominya dan ini turut menambah eskalasi
ketegangan di kawasan tersebut.[6]
Perang Inggris-Burma II
perjanjian Yandabo menghariskan pemerintah Burma
membayar ganti rugi sebesar satu juta pounsterling dan ini menjadi dasar pertukaran
perwakilan diplomatik. Kerajaan burma berharap bahwa wilayah-wilayah yang
diserahkan akan dikembalikan setelah pembayaran dilunasi tetapi mereka segera
menyadari bahwa di mata inggris
ketentuan-ketentuan dalam perjanjian adalah final dan bersifat mengikat.
Perang memberikan dampak signifikan pada kerajaan. Hilangnya wilayah, sumber
daya alam dan tenaga kerja segera dieksploitasi para pengkhaim takhta yang
mengartikan kehilangan tersebut sebagai cerminan langsung berkurangnya
kecakapan raja dan ketidakmampuannya untuk memerintah secara aktif. Ketika dua
kapal inggris didenda gubernur Rangoon karena menghindari bea pabean pada desember 1851, gubernur jenderal lord
Dalhousie memerintahkan dua kapal angkatan laut kerajaan mendatangi pelabuhan dengan
ultimatum bahwa denda harus dibatalkan dan gubernur tersebut harus di ganti.
Sadar akan potensi terjadinya perang baru, Raja Burma menerima permintaan
tersebut, tetapi inggris terus memblokade garis pantai. Alhasil, Kolkata
mengeluarkan ultimatum baru yang meminta tebusan satu juta Rupee. Meyakinkan
bahwa perang tidak dihindari walau apa pun tanggapan Burma, pasukan Inggris
mengambil alih Rangoon, Bassein dan Martaban. Pasukan Burma berupaya
mempertahankan wilayah mereka tetapi inggris berhasil merebut Pegu (sekarang Bago)
pada 1852 dan menciptakan provinsi burma baru yang mencakup hamper seluruh
burma bawah di selatan prome. [7]
Perang Inggris-Burma III
dan Final Aneksasi (1885-1886)
Kuatnya kepentingan perniagaan di burma sangat
mempengaruhi para pengambil kebijakan di Rangoon, Kolkata dan London.
Ketidakstabilan di Mandalay dipandang buruk bagi industri beras Burma bawah
yang sedang berkembang pesat dan masalah ini saling-saling dengan urusan
keamanan India. Inggris ingin mengakhiri pemborosan dan kebrutalan Negara di
bawah kepemimpinan Raja Thibaw. Selain itu Inggris menyadari bahwa kendali
langsung terhadap Burma atas sama artinya dengan menyediakan akses terhadap
sumber daya alam dan pasar cina baratdaya kepada perusahaan-perusahaan asing.
Menyadari risiko aneksasi menyeluruh, kerajaan Burma berupaya menggalang
dukungan asing dengan menandatangani perjanjian persahabatan dengan prancis
pada awal 1885. Prancis sejak itu tampil sebagai kekuatan utama di Asia Tenggara
setelah kolonialisasi mereka terhadap Kamboja dan Vietnam. Orang burma berharap
dapat menggunakan mereka sebagai lawan berat untuk memerangi ambisi Inggris.
Prancis tertarik pada rencana pengembangan sector transportasi, pendidikan bank
baru dan pengelolaan industri rubi atau batu delima. Namun, suara-suara
penolakan dalam pemerintahan Inggris menggambarkan ketertarikan Prancis
terhadap burma attas sebagai ancaman potensial bagi India.[8]
Mayor Jenderal Sir Harry Prendergast
diperintahkan menduduki Mandalay secepat mungkin. Di pihak Burma, panglima
operasi di barat laut (Hlethin Atwinwun)
ditugaskan untuk mengorganisasikan pasukan burma dan sebagai pertahanan akhir
kerajaan. Dengan memimpin armada bersenjata banteng Minhla pada 17 November
1885 dan beberapa hari kemudian mengalahkan pasukan yang dipimpin Hlethin
atwinwun. Raja menyerah tanpa syarat 27 November 1885. Setelah memasuki
Mandalay. Colonel Edward Sladen memberitahu Raja Thibaw bahwa ia akan
diasingkan ke India, tempat ia wafat pada 1916. Pada 1 Januari 1886 pemerintah
inggris secara resmi mengumumkan aneksasi kerajaan Burma. Namun, pada akhir
bulan pemerintahan sipil di Burma atas hancur dalam perlawanan sengit
bersenjata melawan kekuaaan inggris, penduduk desa saling bertempur demi
memperebutkan pasokan kebutuhan sehari-hari yang terbatas. Dalam waktu satu
bulan , lord dufferin (viceroy india) menghapuskan hlutdaw dan mengumumkan
bahwa burma atas akan tetap di bawah control langsung pemerintahan Inggris.
Pada 26 Februari kerajaan ini secara formal dinyatakan sebagai Provinsi India Inggris.[9]
Burma (Myanmar) adalah Negara terluas kedua di
ASEAN atau Asia Tenggara. Terbentang hampir 1500 mil dari Utara hingga Selatan.
Burma dua kali lebih besar daripada Vietnam, tetapi kecil bila dibandingkan
dengan total keseluruhan kepulauan Indonesia. Di sebelah timur Burma (Myanmar)
terdapat India dan Bangladesh, selatan Tibet, dan Yunan Cina. Yunan berada di
Utara dan bersentuhan dengan Laos di sebelah timur. Thailand berada di sebelah
Timur dan Tenggara, bagian barat daya dan selatan dikelilingi samudra Hindia,
teluk Bengal dan laut Andaman. Dataran rendah Burma adalah bagian teratas dari
semenanjung Asia Tenggara. Myanmar memiliki sejarah panjang yang rumit, Myanmar
sebelum berganti nama menjadi Burma, merupakan Negara jajahan Inggris yang meraih
kemerdekaan pada 4 Januari 1948.[10]
Perubahan nama Burma menjadi Myanmar dilakukan oleh pemerintahan junta militer
dibawah kepemimpinan Jendral Saw maung pada tanggal 18 Juni 1989, hal ini
ditujukan untuk menghilangkan kesan rasial yang melekat pada nama Burma.
Berdasarkan data dari CIA, 68 % dari total penduduk Negara ini adalah etnis Burmese,
yang berarti Negara Burma hanya mewakili suku atau bangsa Burmese, hal
inimenimbulkan kesan bahwa Negara ini hanyalah milik etnis Burmese. Nama
Negara baru Myanmar diikuti dengan ibu kota Negara baru yaitu Naypyidaw. Ibu
kota Negara baru ini bukan perubahan nama dari Yangon menjadi Naypyidaw namun
terjadi pemindahan lokasi ibu kota.Pemindahan ibu kota Negara dilakukan oleh
junta militer pada 7 November 2005 ke Naypyidaw yang mempunyai arti “tempat
tinggal para raja”[11]
Diantara beberapa alasan klasik pemindahan ibu kota tersebut dilakukan karena
mengikuti sebuah tradisi Myanmar masa lalu.
Burma adalah Negara yang multi etnis dengan
berbagai ras dan disana terdapat 135 kelompok etnik. Populasinya hampir 50
juta. Mayoritas adalah etnik Bamas, yang lain seperti Shan, Kachin, Kayin,
Chin, Mon, Rokhine, Muslim Burma, Muslim India, Muslim Cina, dan lainnya
merupakan kelompok minoritas di Burma.[12] Pembagian
tersebut juga terdapat dalam masyarakat Muslim, ada Muslim Burma atau Zerbadee,
Muslim keturunan India, Muslim Hui-Hui
atau Panthay, dan Muslim Rohingya.
Muslim Burma terbagi dalam tiga komunitas yang berbeda yakni:
1. Muslim Burma atau Zerbadee
2. Muslim India, Imigran keturunan India
3. Muslim Rohingya
Muslim Burma, merupakan
komunitas yang terbentuk paling awal. Mereka berasal dari wilayah Swebo di
daratan Tengah dekat ibukota pra-kolonial kerajaan Burma. Komunitas ini dapat
di runut asal usulnya hingga abad ke-13 dan ke-14, ketika nenek moyang mereka
datang ke negara ini sebagai pembantu istana, tentara sewaan dan pedagang dari
barat. Pada tahun 1930-an Muslim Burma yang berasimilasi dengan baik ini
jumlahnya dilaporkan kurang dari sepertiga komunitas Muslim.
Kaum India, merupakan
komunitas Muslim yang terbentuk seiring kolonialisasi Burma oleh Inggris pada
abad ke-19. Pada 1886 sampai 1973. Burma dijadikan sebagai bagian dari provinsi
India oleh Inggris oleh karena itu banyak imigran dari India ke Burma Pemerintah
Inggris sangat berperan atas datangnya Muslim-muslim India ini. Mereka
berdomisili di provinsi Arakan dan Tenosserin. Penyebab
Muslim India banyak berdatangan ke Burma karena kebutuhan pemerintah Burma ysng
membutuhkan sumber daya manusia dan penilaian subyektif Inggris tentang imigran
India yang dinilai lebih adaptif dan mandiri.
Komunitas Rohingya, yang
bermukim dinegeri bagian Arakan atau Rakhine. Suku Rohingya adalah orang Islam
dengan budaya mereka yang kelas terlihat di daerah Arakan. Hal itu karena
mereka menurunkan agama mereka pada seluruh keturunan mereka dari bangsa Arab,
Moor, Pathan, Moghul, Asia Tengah, Bengal dan beberapa bangsa Indo-Mongol.
Percampuran dari suku, membuat penampakan fisik unik mereka seperti tulang pipi
yang tidak begitu keras, mata mereka tidak begitu sipit (seperti orang Rakhine
Magh dan orang Burma). Hidung mereka tidak begitu pesek. Mereka lebih tinggi
dari orang Rakhine Magh tetapi kulit mereka lebih gelap, beberapa dari mereka
kulitnya kemerahan, tetapi tidak terlalu kekuningan.[13]
Jumlah Populasi penduduk Burma (Myanmar) sekitar 50 juta pada tahun
2002. Mengenai populasi agama di Burma ) Myanmar) sekitar 70 % adalah penganut
Buddha, Kristen 8% dan Islam 15% sisanya Hindu, animisme dan lain-lain.
Proses Islamisasi Di Myanmar
Negeri Burma yang pada awalanya telah terbagi menjadi
beberapa kerajaan, hal ini memunculkan beberapa versi mengenai kedatangan Islam
khususnya di dua daerah bagian Burma yakni, Pagan (Bagan) dan Arakan, untuk
mengetahui Islamissi di Burma dalam makalah ini akan membagi proses Islamisasi
di kedua daerah tersebut.
1. Kedatangan Orang-Orang Arab di Arakan
Arakan sejak dahulu telah banyak didapati para pedagang
Arab, Arakan merupakan tempat terkenal bagi para pelaut Arab, Moor, Turki,
Moghuls, Asia Tengah, dan Bengal yang datang sebagai pedagang, prajurit, dan
ulama. Mereka melalui jalur darat dan laut. Pendatang tersebut banyak yang
tinggal di Arakan dan bercampur dengan penduduk setempat.[14] Muslim
Arab datang pertama kali melewati daratan India dan Asia Tenggara melalui jalur
perdagangan pada abad ke-7.
Pada waktu itu, rempah-rempah, katun, batu mulia, barang
tambang, dan komuditas lainnya yang datang dari Selatan dan Asia Tenggara merupakan barang-barang yang sangat
dibutuhkan di daerah Timur Tengah dan Eropa. Orang-orang Arab datang sebagai
pedagang, dan hampir menguasai perdagangan tersebut. Mereka melahirkan
pedagang-pedagang yang menyebarkan Islam dan menjadi pelaut-pelaut hebat,
pengetahuan mereka tentang navigasi, ilmu garis lintang, dan garis bujur,
fenomena astronimi, dan geografi negara-negara telah membuat mereka tak
tertandingi dalam hal berdagang di Samudera Hindia selama beberapa abad.
Orang-orang Arab tersebut menulis tentang tempat-tempat yang mereka datangi
untuk membuktikan kedatangan mereka di dunia Timur dan Barat.
Agama Islam pertama kali masuk ke Arakan dibawa oleh
orang-orang Arab yang dipimpin Muhammad bin Hanafiya pada tahun 680 M. Pada
waktu itu, Arakan dikuasai oleh sebuah kelompok kanibal yang dipimpin oleh Ratu
Kaiyapuri. Ketika Muhammad bin Hanafiya datang ke Burma dan menyebarkan agama
Islam Ratu Kaiyapuri ikut memeluk agama Islam. Lalu, Hanafiya menikahi Ratu
Kaiyapuri. Pengikut Kaiyapuri pun ikut memeluk agama Islam. Seteah itu, dakwah
Islam pun tersebar di Arakan oleh para pelaut dan pedagang yang berasal dari
Timur Tengah. Data tersebut didapat dari catatan Arab yang ditulis oleh Shah
Barid Khan yang berjudul Hanifa O Kaiyapuri pada abad ke 16. Menurut catatan
tersebut Muhammad Hanif tiba di Arakan dengan para tentaranya setelah terjadi
perang “Karbala”.[15] Arakan,
yang pada asal mulanya dinamakan Rohang, merupakan sebuah bangsa yang berdiri
sendiri sejak awal mula sejarah bangsa itu dikenal. Oleh karena itulah, mereka
dinamakan orang Rohangya, yang kini lebih dikenal dengan sebutan Rohingya.[16]
Ada yang mengatakan bahwa Arakan itu sendiri merupakan kata jamak dari rukn,
berasal dari kata bahasa yang berarti “tiang-tiang”. Kata tersebut mencirikan
keislaman dari etnis Rohingya.[17]
Tetapi hal ini masih menjadi kontroversi, dimana kaum Buddha sendiri mengklaim
bahwa kata Arakan itu berasal dari nama seorang pendeta Buddha yang bernama
“Argyre”. Penyebar agama Buddha manyebut Arakan sebagai “Rekkha Pura”. Jadi
tidak dapat dipastikan nama Arakan itu berasal dari mana.
2. Kedatangan orang-orang Muslim di Pagan (Bagan)
Di bagian lain dari daerah Burma setelah Arakan Islam
adalah daerah Pagan (Bagan), Orang-orang Muslim pertama yang mendarat di Burma
(Myanmar) berlabuh di delta sungai Ayeyarwady, semenanjung Tanintharyi,
dan Rakhime di abad kesembilan.[18] Kedatangan
umat Islam ini tercatat oleh orang-orang Eropa, Cina dan Persia.
Dikatakan dalam sumber
lainnya, bahwa orang Muslim Datang ke Burma pada abad ke sembilan. Mereka
mungkin berasal dari Bengal, dan berdagang di daerah Arakan dan mendarat di
pesisir Pantai Burma. Walaupun Burma bukan pusat jalur antara Timur tengah,
India dan Cina, mereka seringkali singgah di Jalur Maritim pada abad kesimbilan
dan kesepuluh. Para pelancong Muslim Persia dan dan juga Arab menyebutkan
bagian Burma Selatan dalam catatan mereka, mereka menggambarkan lalu
lintas perdagangan yang pesat telah berlangsung melalui pantai India, Burma,
semenanjung Melayu, Sri Langka. Orang-orang Muslim yang berlayar diperaiaran
sebelah Timur telah mengenal daerah pesisir Arakan. Perkampungan Muslim pertama
di Burma dihuni oleh para pedagang, beberapa lainnya yang datang ke Burma tanpa
sengaja disebabkan karena terdamparnya kapal mereka di peraiaran Burma, dan
terpaksa meminta perlindungan.[19]
Tidak banyak sumber yang mengungkapkan mengenai kehidupan Muslim di daerah ini.
Keterangan
tentang berlabuhnya orang muslim di Burma tercatat dalam Kronik Burma yang telah merekam
kehadiran Muslim pada Era kerajaan pertama Burma Pagan (Bagan) 1044 M. dua orang pelaut Muslim
dari keluarga BYAT. Byat Wi dan Byat Ta, tiba di pantai Burma dekat Thaton.
Setelah kapal mereka rusak, mereka mengunakan papan berenang ke pantai. Mereka
berlindung dan tinggal di Biara di Thaton. Raja Thaton menjadi takut terhadap
mereka dan raja membunuh saudara tertua ketika sedang tidur. Saudaranya
yang paling Muda berhasil meloloskan diri ke Bagan dan berlindung kepada Raja Anawartha. Kemudian dia
tinggal di Bagan dan menikahi seorang wanita dan memiliki dua orang anak, Shwe
Byin bersaudara. Sumber lain datang dari Eropa, dimana para Pelaut Eropa
yang telah mengunjungi pesisir Pantai Burma di abad ke-15 sampai 17 M
menggambarkan bahwa perkampungan para pedagang Muslim dan lalu lintas
perdagangan mereka menghubungkan Burma dengan Jalur Sumatra, Malaka, dan Pulau
Maluku hingga Cina dan Jepang, di satu sisi, berhadapan langsung dengan Bengal
dan Sri langka, Persia dan laut Merah di lain sisi. Para pedagang Muslim
mengadakan jual beli di daerah ini. Faktanya adalah beberapa bagian di pesisir
Burma berkembang dalam pelabuhan terpenting dan merupakan pusat reparasi kapal.
Lebih utama untuk orang-orang Arab dan para pedagang Armenia. Dalam berbagai
hal para pedagang Muslim yang telah aktif di Burma, telah menemukan pelabuhan
mereka sendiri, dan mereka dibatasi oleh Peraturan yang dibebankan oleh raja
kepada Mereka dan juga dengan peraturan daerah setempat.[20]
Muslim
Persia telah berlayar, dalam pencaharian negeri Cina dan Mengunjungi Burma di
perbatasan Yunan (Cina), para kolonis telah merekam dalam kronik Cina pada 860
M. Myanmar Muslim telah di kenal dengan sebutan Pathi, dan Myanmar Cina Muslim
disebut Panthay, nama ini dipercayai berasal dari bahasa Persi.[21]
Pelancong dari Persia, Ibnu Khordabeh, pelancong dari Arab pada abad ke
Sembilan, Sulaiman dan Pelancong Persia pada Abad kesepuluh, Ibn al Faqih,
dalam tulisan-tulisan mereka menyebut Burma Selatan. Sejarawan Arab yang yang
hidup di abad ke sepuluh, al Maqdisi, membicarakan hubungan yang dikembangkan
Burma dengan India, kepulauan Melayu, dan Sri Langka. Sejarah Burma mencatat
keberadaan orang-orang Arab di masa pemerintahan raja Anawartatha (1044-1077)
yang bekerja sebagai penunggang kuda kerajaan. Pengganti Anawartha, raja Sawlu
(1077-1088) dididik oleh seorang guru Muslim berkebangsaan Arab dan mengangkat
anak sang Guru, Yunan Khan, sebagai Gubernur kota Ussai, yang sekarang bernama
Pegu. Sebuah konspirasi di lingkungan istana membuat Yunan Khan memberontak.
Usahannya untuk menguasai pagan digagalkan oleh Kyanzitha, saudara Sawlu, yang memperkenalkan
suatu perkampungan Muslim di pedalaman Burma lewat tawanan-tawanan Muslim asal
India. Di abad ketiga belas, ketika pasukan Kubilai khan yang didominasi oleh tentara-tentara Muslim
di bawah pimpinan Nasruddin, anak gubernur Yunan, menyerang daerah Pagan,
keberadaan mereka di Burma kembali terasa.[22]
KESIMPULAN
Dari
berbagai macam sumber yang didapat maka dapat diketahui, bahwa Islam mulai
datang ke negeri Burma (Myanmar Sekarang) ini di mulai sejak awal hadirnya
Islam, Yakni abad ke-7 dimana daerah Arakan telah banyak disinggahi oleh para pedagang Arab, Arakan
merupakan tempat terkenal bagi para pelau Arab, Moor, Turki, Moghuls, Asia
Tengah, dan Bengal yang datang sebagai pedagang, prajurit, dan ulama. Mereka
melalui jalur darat dan laut. Pendatang tersebut
banyak yang tinggal di Arakan dan bercampur dengan penduduk setempat.
Percampuran suku tersebut terbentuk suku baru, yaitu suku Rohingya. Oleh karena
itu, Muslim Rohingya yang menetap di Arakan sudah ada sejak abad ke-7 dan
mereka tidak terbentuk dari satu suku saja. Mereka terbentuk dari berbagai
percampuran berbagai suku yang berbeda. Para pedagang yang singgah di panatai
pesisir Burma mulai menggunakan pesisir pantai dari Negara Burma (Myanmar)
sebagai Pusat persingahan dan juga dapat dijadikan sebagai sebuah tempat
reparasi kapal. Dapat diketahui bahwa
Islam mulai masuk ke Burma di bawa oleh para pedagang Muslim yang singgah di
pesisir pantai Burma. Pada masa kekuasaan perdagangan Muslim di Asia Tenggara
mencapai puncaknya, hingga sekitar abad ketujuh belas, kota-kota di pesisir
Burma, lewat Koneksi kaum Muslim, masuk ke dalam jaringan dagang kaum Muslim
yang lebih luas. Bahkan ketika dominasi kaum Muslim tetap memainkan peran
penting di kawasan ini. Mereka tidak hanya aktif di bidang perdagangan,
melainkan juga dalam pembuatan dan perawatan kapal. Suatu ketika di abad
ketujuh belas sebagian besar propinsi yang terletak di jalur perdagangan dari
Mergui sampai Ayutthaya praktis dipimpin oleh gubernur Muslim dengan para
administrator tingginya yang juga Muslim.[23]
DAFTAR PUSTAKA
A Short Historical
Background of Arakan”, Artikel ini di akses pada 21 Oktober 2014 dari http://www.arthistoryclub.com/art_history/Rohingya.
Azizah, Pemberontakan Separatis Muslim Rohingya
Pasca Kemerdekaan Burma 1948-1988.
Bahan masukan rangkaian pertemuan The17thASEAN
Summit and Related Summits, Kementrian Luar Negeri RI.
History of Arrival of Islam in Burma/ Myanmar,”artikel
di akses pada 21 Oktober 2014 dari http://en.wikipedia.org/wiki/Islam_in_Burma
Muzani, Saiful. Pembangunan dan Kebangkitan
Islam di Asia Tenggara”, , Ed, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 1993.
The History Of Myanmar. Tersedia dari http://myanmar-periodical-history.html.
Internet diakses pada tanggal 21 Oktober 2014
The Roots, Fruits
And Dreams of All The Muslims in
Myanmar” artikel di akses pada 15 Maret 2008 dari http://www.rohingya.jp/pdf/muslims.pdf
Yegar, Moshe. “Between integration and
secession : the Muslim communities of the southern Philippines, Southern
Thailand, and western Burma/Myanmar”, Lanham, Md. : Lexington Books, 2002.
[3] Ricklefs. M.C dkk,
Sejarah Asia Tenggara dari masa Prasejarah sampai Kontemporer. Depok, Komunitas
Bambu, 2013. Hlm 206-207.
[5] Ricklefs. M.C dkk,
Sejarah Asia Tenggara dari masa Prasejarah sampai Kontemporer. Depok, Komunitas
Bambu, 2013. Hlm 209-210.
[7] Ricklefs. M.C dkk,
Sejarah Asia Tenggara dari masa Prasejarah sampai Kontemporer. Depok, Komunitas
Bambu, 2013. Hlm 268-269.
[9] Ricklefs. M.C dkk,
Sejarah Asia Tenggara dari masa Prasejarah sampai Kontemporer. Depok, Komunitas
Bambu, 2013. Hlm 270-272.
[10]The History Of Myanmar. Tersedia dari http://myanmar-periodical-history.html.
Internet diakses pada tanggal 21 Oktober 2014
[11]Bahan masukan
rangkaian pertemuan The17thASEAN Summit and Related Summits,
Kementrian Luar Negeri RI
[12] The Roots, Fruits And Dreams of All The Muslims in Myanmar” artikel di akses
pada 15 Maret 2008 dari http://www.rohingya.jp/pdf/muslims.pdf hlm. 1-2
[13] Azizah, Pemberontakan
Separatis Muslim Rohingya Pasca Kemerdekaan Burma 1948-1988, Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Depok 2006. Hlm. 1-2
[14] “A Short Historical Background of
Arakan”, Artikel ini di akses pada 21 Oktober 2014
dari http://www.arthistoryclub.com/art_history/Rohingya
[16] Azizah, Pemberontakan
Separatis Muslim Rohingya Pasca Kemerdekaan Burma 1948-1988, Op. Cit., Hlm. 53
[18] “History of Arrival of Islam in Burma/ Myanmar,” artikel di akses pada 15 Maret 2008 dari http://en.wikipedia.org/wiki/Islam_in_Burma
[19] Moshe Yegar, “Between integration
and secession : the Muslim communities of the southern Philippines, Southern
Thailand, and western Burma/Myanmar”, Lanham, Md. : Lexington Books, 2002.
hlm. 19
[20]Ibid,.
[22] “Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara”, Saiful Muzani, Ed,
Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 1993. Hlm. 28
0 komentar:
Posting Komentar