Kamis, 30 Oktober 2014

SEJARAH DAN ISLAMISASI MYANMAR



Abstrak
Agama Islam mulai masuk ke Burma (Myanmar) sejak abad ketujuh Masehi, dibawa oleh para pedagang Muslim. Islam di Burma merupakan agama minoritas yang berdampingan dengan agama Kristen, Hindu dan agama Buddha yang merupakan Mayoritas. Islam di salah satu kawasan Asia Tenggara ini sangatlah berbeda dengan kawasan Asia tenggara lainnya seperti Indonesia Malaysia maupun Brunei. Islam Masuk ke Burma pertama kali di Arakan yakni bagian timur dari pesisir pantai Pagan (Bagan). Walaupun daerah Arakan merupakan salah satu daerah di pesisir pantai Burma telah menjadi sebuah jalur perdagangan yang telah banyak dilalui oleh para pedagang. Bagaimana perjalanan sejarah Myanmar? dan sejak kapan islam masuk di Myanmar? Untuk lebih mendalam pembahasan Myanmar dapat di lihat di makalah kami
Keyword: sejarah Myanmar, Islamisasi dan keadaan masyarakat.

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
 Negara Myanmar (atau yang juga dikenal sebagai negara Birma / Burma) adalah salah satu negara di Asia Tenggara. Negara seluas 680 ribu km2  ini telah diperintah oleh pemerintahan militer sejak kudeta tahun 1988. Negara yang termasuk negara berkembang ini memiliki populasi sebanyak 50 juta jiwa. Ibu kota ini sebelumnya terletak di Yangon, namun dipindah ke Naypyidaw pada tanggal 7 November 2005. Pada 1988, terjadi gelombang demonstrasi besar menentang pemerintahan junta militer. Gelombang demonstrasi ini berakhir dengan tindak kekerasan yang dilakukan tentara terhadap para demonstran. Lebih dari 3000 orang terbunuh. Perubahan nama dari Birma menjadi Myanmar dilakukan oleh pemerintahan junta militer pada tanggal 18 Juni 1989. Junta militer mengubah nama Birma menjadi Myanmar agar etnis non-Birma merasa menjadi bagian dari negara. Walaupun begitu, perubahan nama ini tidak sepenuhnya diadopsi oleh dunia internasional, terutama di negara-negara persemakmuran Inggris. Maynmar dibagi menjadi tujuh negara bagian dan tujuh region, yaitu: Negara Bagian Chin, Negara Bagian Kachin, Negara Bagian Kayin (Karen), Negara Bagian Kayah (Karenni), Negara Bagian Mon, Negara Bagian Rakhine (Arakan) dan Negara Bagian Shan. Sedangkan region negara tersebut, yaitu: Region Irrawaddy, Region Bago, Region Magway, Region Mandalay, Region Sagaing, Region Tanintharyi dan Region Yangon. Negara Myanmar pun juga memiliki kelompk etnis, diantaranya:
  • Bamar/Birma. Dua pertiga dari total warga Myanmar. Beragama Buddha, menghuni sebagian besar wilayah negara kecuali pedesaan.
  • Karen. Suku yang beragama Buddha, Kristen atau paduannya. Memperjuangkan otonomi selama 60 tahun. Menghuni pegunungan dekat perbatasan dengan Thailand.
  • Kayah. Etnis yang beragama Buddha yang berkerabat dengan etnis Thai.
  • Arakan. Juga disebut Rakhine, umumnya beragama Buddha dan tinggal di perbukitan di Myanmar barat.
  • Mon. Etnis yang beragama Buddha yang menghuni kawasan selatan dekat perbatasan Thailand.
  • Kachin. Kebanyakan beragama Kristen. Mereka juga tersebar di Cina dan India.
  • Chin. Kebanyakan beragama Kristen, menghuni dekat perbatasan India.
  • Rohingya. Etnis yang beragama Islam yang tinggal di utara Rakhine, banyak yang telah mengungsi ke Bangladesh atau Thailand.[1]
Abad-Abad Awal Agama Islam pertama kali tiba di Myanmar pada tahun 1055.Para saudagar Arab yang beragama Islam ini mendarat di delta Sungai Ayeyarwady, Semenanjung Tanintharyi, dan Daerah Rakhin.Kedatangan umat Islam ini dicatat oleh orang-orang Eropa, Cina dan Persia. Populasi umat Islam yang ada di Myanmar saat ini terdiri dari keturunan Arab, Persia, Turki, Moor, Pakistan dan Melayu. Selain itu, beberapa warga Myanmar juga menganut agama Islam seperti dari etnis Rakhin dan Shan. Populasi Islam di Myanmar sempat meningkat pada masa penjajahan Britania Raya, dikarenakan banyaknya umat Muslim India yang bermigrasi ke Myanmar. Tetapi, populasi umat Islam semakin menurun ketika perjanjian India-Myanmar ditandatangani pada tahun 1941. Sebagian besar Muslim di Myanmar bekerja sebagai penjelajah, pelaut, saudagar dan tentara. Beberapa di antaranya juga bekerja sebagai penasehat politik Kerajaan Burma. Muslim Persia menemukan Myanmar setelah menjelajahi daerah selatan Cina. Koloni muslim Persia di Myanmar ini tercatat di buku Chronicles of China di 860. Umat muslim asli Myanmar disebut Pathi dan muslim Cina disebut Panthay. Konon, nama Panthay berasal dari kata Parsi. Kemudian, komunitas muslim bertambah di daerah Pegu, Tenasserim, dan Pathein. Tapi komunitas muslim ini mulai berkurang seiring dengan bertambahnya populasi asli Myanmar. Pada abad ke-19, daerah Pathein dikuasai oleh tiga raja muslim India. Pada zaman Raja Bagan yaitu Narathihpate (1255-1286), pasukan muslim Tatar pimpinan Kublai Khan dan menguasai Nga Saung Chan. Kemudian, pasukan Kublai Khan ini menyerang daerah Kerajaan Bagan. Selama peperangan ini, Kolonel Nasrudin juga menguasai daerah Bamau.[2]
B.  Pembatasan Rumusan Masalah
Kami di makalah ini akan lebih mengarah pada pembahasan mengenai sejarah Myanmar serta proses masuknya islam di Negara Myanmar, kami tidak membahas mengenai kondisi politik di Negara Myanmar serta pelanggaran HAM kelompok minoritas Islam Rohingnya.
C. Tujuan Penulisan
Negara Myanmar yang menjadi satuan anggota asean sangatlah menarik dalam tinjauan sejarah dan perjalanan negaranya, terutamanya mengenai islamisasi di Negara Myanmar yang saat ini menjadi Negara yang berpenduduk Budha mayoritas, dalam pembahasan makalah ini kami akan memberikan informasi mengenai Islamisai Myanmar dan perjalanan Negara Myanmar yang sudah kami dapatkan sumber-sumbernya.
D. Manfaat Penulisan
Tentu saja manfaat dari penulisan makalah saya untuk memberikan informasi dan sekelumit kabar mengenai sejarah negara Myanmar dan proses perjalanan Islamisasi Myanmar yang hingg saat ini masih bertahan masyarakat muslaim di Myanmar, makalah kami ini juga sebagai informasi yang sangat penting mengenai Myanmar yang terkhusus bagi Mahasiswa/I dan umumnya masyarakat Indonesia  .
E.  Metodologi Penulisan
Saya mengambil metode penulisan dari sumber sejarah Asia Tenggara M.C, Ricklefs,  Pdf online yang saya dapatkan, namun kami belum mendapatkan buku mengenai Myanmar dan Islamisasi-nya, namun sumber jurnal dan Pdf online terpercaya, dari penelitian dosen-dosen serta sripsi Mahasiwa/I.
F.  Sistematika Penulisan
Dalam Bab I menjelaskan mengenai pendahuluan yang mengandung pokok persoalan yang akan di jelaskan secara luas di makalah ini, sebagaimana yang sudah di uraikan di awal.
Dalam Bab II menjelaskan sejarah Myanmar serta Islamisai di Negara Myanmar.
Dalam Bab III merangkum dan mengupas pembahasa makalah ini sebagaimana yang sudah di terangkan dalam Bab II

BAB I
PEMBAHASAN
Profil Negara Myanmar
Berdirinya Dinasti Konbaung
Pada tahun 1750-an seorang kepala provinsi yang kemudian dikenal dengan Alaungpaya (embrio Budha) mengalahkan rival-rival lokalnya dan menggelar acara penobatan diri di Ava sebagai Raja Burma dari (bertakhta 1750-1760). Ia lalu menyerang Pegu (Bago) dan pusat-pusat satelitnya pada tahun 1757. Bersatunya lembah sungai Irrawaddy mendorong lahirnya reformasi pemerintahan, budaya dan ekonomi baru yang di adopsi serta di kembangkan dalam berbagai tingkatan di bawah kepemimpinan raja-raja berikutnya seperti Hsinbyushin (bertakhta 1763-1776), bodaypaya (bertakhta 1782-1819) dan Bagyidaw (bertakhta 1819-1837). Pada 1759 alaungpaya telah menakhlukkan kembali Shan dan menata ulang kekuasaan di Manipur. Pada tahun 1760-an dan 1770-an para penerusnya tidak hanya berhasil menembus pertahanan Ayutthaya tetapi juga menggagalkan empat invasi besar china. Tantangan yang dihadapi monarki konbaung tidak jauh berbeda dari apa yang dialami Raja-raja sebelumnya. Faksionalisme di istana, persaingan antarmenteri dan sector keagamaan yang relative kuat namun terbagi-bagi membuat para abdi dimanjakan patronasi sehingga menghilangkan akses tak terbatas Negara untuk menggali lebih kuat dalam bakat, tenaga kerja dan keahlian , istana Konbaung kemudian menjalankan reformasi pemerintahan untuk mengatasi masalah kebijakan dalam negeri dan luar negeri. Banyak dari reformasi ini diarahkan pada alokasi dan pengorganisasian asset-aset kerajaan. Namun dalam upaya penyelesaian konflik perbatasan barat membuat Burma (Myanmar) harus menghadapi masalah yang belum pernah terjadi sebelumnya, sebab adanya kompetisi militer dan perspektif EEIC (Perusahaan Dagang Hindia Timur Inggris) yang ketika itu memerintah sebagian besar wilayah India, hal ini merupakan yang baru bagi masyarakat Myanmar. [3]
Reformasi Pemerintahan Konbaung 1752-1824
Kebijakan domestik Konbaung dalam bidang pengelolaan sumber daya manusia banyak pengulang pendekatan yang telah ada. Isu utamanya adalah pentingnya membatasi kekuasaan dan gerak para pemimpin Provinsi serta sektor keagamaan agar tidak menarik tenaga kerja dan orang-orang berbakat menjauh dari korps pegawai kerajaan . Alaungpaya mereorganisasikan dinas militer, mengembalikan kewenangan para kepala dinas, menciptakan pejabat-pejabat bawahan baru dan meningkatkan skala pengawasan terhadap pusat-pusat daerah. Jika raja-raja sebelumnya menugaskan para kerabat untuk mengelola wilayah-wilayah sekunder (Bayin) di luar wilayah inti kerajaan, Raja-raja Konbaung berlaku sebaliknya. Mereka berusaha menjaga agar keberadaan para pengklaim takhta ini tidak jauh dari Ibukota ketimbang mengangkat para anggota keluarga kerajaan itu dengan mandate terbatas dalam pergantian kekuasaan sebagai gubernur (Myoun) di wilayah-wilayah tersebut.[4]
Masyarakat dan Perbatasan
Raja-raja konbaung memelihara dengan baik hubungan luar negeri yang kompleks dengan negeri tetangganya. Tantangannya adalah bagaimana mencairkan hubungan denga kerajaan tetangga dan koloni-koloni pembayar upeti ketika titik-titik perbatasan seringkali tidak diakui oleh masyarakat yang hidup di sana. Mayoritas konflik yang berkembang seiring dengan meningkatnya kekuatan asing kolonial (terutama Inggris) merupakan hasil perdebatan mengenai di mana otoritas legal atas penduduk, sumber daya alam, serta tanah harus di mulai dan di akhiri. Pada tahun 1811 seorang pria bernama Chin Pyan memimpin aksi beringas, merebut arakan, menghabisi nyaris seluruh penduduk Burma di Ibukota Mrohaung. Ia kemudian mengajukan diri untuk menjadi vasal Inggris, kendati tawarannya ditolak dan seorang utusan inggris justru mengirim utusan ke Istana Bodawpaya untuk melaporkan ke posisi Inggris, kejadian ini beserta kegagalan EEIC menetralisir chin pyan secara signifikan dan mempengaruhi hubungan Inggris dan Burma (Myanmar) dan menguak ketidakstabilan kondisi kerajaan dengan Arakan, Assam dan Manipur. Mengamankan perbatasan barat dan balas dendam atas kekalahan Burma menjadi prioritas utama kerajaan sewaktu menghadapi Siam di timur.[5]
Penakhlukan Burma oleh Inggris (Perang Inggris-Burma I 1824-1828)
Perselisihan perbatasan yang memicu perang Inggris-Burma I pada 1824 bermula dari kebijakan ekspansi dinasti Konbaung pada abad ke-18. Mereka berupaya mengintegrasikan zona-zona perbatasan barat ke dalam Negara Burma serta pengaruh Territorial English East India Company (EEIC) yang semakin besar di Asia Tenggara. Awal abad ke 19 kerajaan-kerajaan semi otonom arakan, Manipur dan Assam yang sebelumnya menjadi daerah penyangga antara wilayah-wilayah EEIC dengan kerajaan ava sudah berada di bawah kekuasaan Burma. Situasi ini membuat para pejabat di London  dam Kolkata (Calcutta) merasa posisinya terancam. Mereka lalu mengerahkan pasukan di sepanjang perbatasan india inggris untuk menghambat penetrasi dalam bentuk apapun yang dilakukan pasukan Burma, kecurigaab, ketidaktahuan dan kepercayaan diri berlebihan dari kedua sisi perbatasan makin menambah masalah ketika misi-misi diplomatik berupaya mendinginkan situasi yang sudah memanas ini. Masyarakat di sepanjang perbatasan dan diantara keduanya mengambil keuntungan dari perselisihan ini. Mereka kerapkali mengadudomba kedua kekuatan untuk mempertahankan otonominya dan ini turut menambah eskalasi ketegangan di kawasan tersebut.[6]
Perang Inggris-Burma II
perjanjian Yandabo menghariskan pemerintah Burma membayar ganti rugi sebesar satu juta pounsterling dan ini menjadi dasar pertukaran perwakilan diplomatik. Kerajaan burma berharap bahwa wilayah-wilayah yang diserahkan akan dikembalikan setelah pembayaran dilunasi tetapi mereka segera menyadari bahwa di mata inggris  ketentuan-ketentuan dalam perjanjian adalah final dan bersifat mengikat. Perang memberikan dampak signifikan pada kerajaan. Hilangnya wilayah, sumber daya alam dan tenaga kerja segera dieksploitasi para pengkhaim takhta yang mengartikan kehilangan tersebut sebagai cerminan langsung berkurangnya kecakapan raja dan ketidakmampuannya untuk memerintah secara aktif. Ketika dua kapal inggris didenda gubernur Rangoon karena menghindari bea pabean  pada desember 1851, gubernur jenderal lord Dalhousie memerintahkan dua kapal angkatan laut kerajaan mendatangi pelabuhan dengan ultimatum bahwa denda harus dibatalkan dan gubernur tersebut harus di ganti. Sadar akan potensi terjadinya perang baru, Raja Burma menerima permintaan tersebut, tetapi inggris terus memblokade garis pantai. Alhasil, Kolkata mengeluarkan ultimatum baru yang meminta tebusan satu juta Rupee. Meyakinkan bahwa perang tidak dihindari walau apa pun tanggapan Burma, pasukan Inggris mengambil alih Rangoon, Bassein dan Martaban. Pasukan Burma berupaya mempertahankan wilayah mereka tetapi inggris berhasil merebut Pegu (sekarang Bago) pada 1852 dan menciptakan provinsi burma baru yang mencakup hamper seluruh burma bawah di selatan prome. [7]
Perang Inggris-Burma III dan Final Aneksasi (1885-1886)
Kuatnya kepentingan perniagaan di burma sangat mempengaruhi para pengambil kebijakan di Rangoon, Kolkata dan London. Ketidakstabilan di Mandalay dipandang buruk bagi industri beras Burma bawah yang sedang berkembang pesat dan masalah ini saling-saling dengan urusan keamanan India. Inggris ingin mengakhiri pemborosan dan kebrutalan Negara di bawah kepemimpinan Raja Thibaw. Selain itu Inggris menyadari bahwa kendali langsung terhadap Burma atas sama artinya dengan menyediakan akses terhadap sumber daya alam dan pasar cina baratdaya kepada perusahaan-perusahaan asing. Menyadari risiko aneksasi menyeluruh, kerajaan Burma berupaya menggalang dukungan asing dengan menandatangani perjanjian persahabatan dengan prancis pada awal 1885. Prancis sejak itu tampil sebagai kekuatan utama di Asia Tenggara setelah kolonialisasi mereka terhadap Kamboja dan Vietnam. Orang burma berharap dapat menggunakan mereka sebagai lawan berat untuk memerangi ambisi Inggris. Prancis tertarik pada rencana pengembangan sector transportasi, pendidikan bank baru dan pengelolaan industri rubi atau batu delima. Namun, suara-suara penolakan dalam pemerintahan Inggris menggambarkan ketertarikan Prancis terhadap burma attas sebagai ancaman potensial bagi India.[8]
Mayor Jenderal Sir Harry Prendergast diperintahkan menduduki Mandalay secepat mungkin. Di pihak Burma, panglima operasi di barat laut  (Hlethin Atwinwun) ditugaskan untuk mengorganisasikan pasukan burma dan sebagai pertahanan akhir kerajaan. Dengan memimpin armada bersenjata banteng Minhla pada 17 November 1885 dan beberapa hari kemudian mengalahkan pasukan yang dipimpin Hlethin atwinwun. Raja menyerah tanpa syarat 27 November 1885. Setelah memasuki Mandalay. Colonel Edward Sladen memberitahu Raja Thibaw bahwa ia akan diasingkan ke India, tempat ia wafat pada 1916. Pada 1 Januari 1886 pemerintah inggris secara resmi mengumumkan aneksasi kerajaan Burma. Namun, pada akhir bulan pemerintahan sipil di Burma atas hancur dalam perlawanan sengit bersenjata melawan kekuaaan inggris, penduduk desa saling bertempur demi memperebutkan pasokan kebutuhan sehari-hari yang terbatas. Dalam waktu satu bulan , lord dufferin (viceroy india) menghapuskan hlutdaw dan mengumumkan bahwa burma atas akan tetap di bawah control langsung pemerintahan Inggris. Pada 26 Februari kerajaan ini secara formal dinyatakan sebagai Provinsi India Inggris.[9]
Burma (Myanmar) adalah Negara terluas kedua di ASEAN atau Asia Tenggara. Terbentang hampir 1500 mil dari Utara hingga Selatan. Burma dua kali lebih besar daripada Vietnam, tetapi kecil bila dibandingkan dengan total keseluruhan kepulauan Indonesia. Di sebelah timur Burma (Myanmar) terdapat India dan Bangladesh, selatan Tibet, dan Yunan Cina. Yunan berada di Utara dan bersentuhan dengan Laos di sebelah timur. Thailand berada di sebelah Timur dan Tenggara, bagian barat daya dan selatan dikelilingi samudra Hindia, teluk Bengal dan laut Andaman. Dataran rendah Burma adalah bagian teratas dari semenanjung Asia Tenggara. Myanmar memiliki sejarah panjang yang rumit, Myanmar sebelum berganti nama menjadi Burma, merupakan Negara jajahan Inggris yang meraih kemerdekaan pada 4 Januari 1948.[10] Perubahan nama Burma menjadi Myanmar dilakukan oleh pemerintahan junta militer dibawah kepemimpinan Jendral Saw maung pada tanggal 18 Juni 1989, hal ini ditujukan untuk menghilangkan kesan rasial yang melekat pada nama Burma. Berdasarkan data dari CIA, 68 % dari total penduduk Negara ini adalah etnis Burmese, yang berarti Negara Burma hanya mewakili suku atau bangsa Burmese, hal inimenimbulkan kesan bahwa Negara ini hanyalah milik etnis Burmese. Nama Negara baru Myanmar diikuti dengan ibu kota Negara baru yaitu Naypyidaw. Ibu kota Negara baru ini bukan perubahan nama dari Yangon menjadi Naypyidaw namun terjadi pemindahan lokasi ibu kota.Pemindahan ibu kota Negara dilakukan oleh junta militer pada 7 November 2005 ke Naypyidaw yang mempunyai arti “tempat tinggal para raja”[11] Diantara beberapa alasan klasik pemindahan ibu kota tersebut dilakukan karena mengikuti sebuah tradisi Myanmar masa lalu.
Burma adalah Negara yang multi etnis dengan berbagai ras dan disana terdapat 135 kelompok etnik. Populasinya hampir 50 juta. Mayoritas adalah etnik Bamas, yang lain seperti Shan, Kachin, Kayin, Chin, Mon, Rokhine, Muslim Burma, Muslim India, Muslim Cina, dan lainnya merupakan kelompok minoritas di Burma.[12] Pembagian tersebut juga terdapat dalam masyarakat Muslim, ada Muslim Burma atau Zerbadee, Muslim keturunan India,  Muslim Hui-Hui atau Panthay, dan  Muslim Rohingya. Muslim Burma terbagi dalam tiga komunitas yang berbeda yakni:
1.      Muslim Burma atau Zerbadee
2.      Muslim India, Imigran keturunan India
3.      Muslim Rohingya
Muslim Burma, merupakan komunitas yang terbentuk paling awal. Mereka berasal dari wilayah Swebo di daratan Tengah dekat ibukota pra-kolonial kerajaan Burma. Komunitas ini dapat di runut asal usulnya hingga abad ke-13 dan ke-14, ketika nenek moyang mereka datang ke negara ini sebagai pembantu istana, tentara sewaan dan pedagang dari barat. Pada tahun 1930-an Muslim Burma yang berasimilasi dengan baik ini jumlahnya dilaporkan kurang dari sepertiga komunitas Muslim.
Kaum India, merupakan komunitas Muslim yang terbentuk seiring kolonialisasi Burma oleh Inggris pada abad ke-19. Pada 1886 sampai 1973. Burma dijadikan sebagai bagian dari provinsi India oleh Inggris oleh karena itu banyak imigran dari India ke Burma Pemerintah Inggris sangat berperan atas datangnya Muslim-muslim India ini. Mereka berdomisili di provinsi Arakan dan Tenosserin. Penyebab Muslim India banyak berdatangan ke Burma karena kebutuhan pemerintah Burma ysng membutuhkan sumber daya manusia dan penilaian subyektif Inggris tentang imigran India yang dinilai lebih adaptif dan mandiri.
Komunitas Rohingya, yang bermukim dinegeri bagian Arakan atau Rakhine. Suku Rohingya adalah orang Islam dengan budaya mereka yang kelas terlihat di daerah Arakan. Hal itu karena mereka menurunkan agama mereka pada seluruh keturunan mereka dari bangsa Arab, Moor, Pathan, Moghul, Asia Tengah, Bengal dan beberapa bangsa Indo-Mongol. Percampuran dari suku, membuat penampakan fisik unik mereka seperti tulang pipi yang tidak begitu keras, mata mereka tidak begitu sipit (seperti orang Rakhine Magh dan orang Burma). Hidung mereka tidak begitu pesek. Mereka lebih tinggi dari orang Rakhine Magh tetapi kulit mereka lebih gelap, beberapa dari mereka kulitnya kemerahan, tetapi tidak terlalu kekuningan.[13] Jumlah Populasi penduduk Burma (Myanmar) sekitar 50 juta pada tahun 2002. Mengenai populasi agama di Burma ) Myanmar) sekitar 70 % adalah penganut Buddha, Kristen 8% dan Islam 15% sisanya Hindu, animisme dan lain-lain.
Proses Islamisasi Di Myanmar
            Negeri Burma yang pada awalanya telah terbagi menjadi beberapa kerajaan, hal ini memunculkan beberapa versi mengenai kedatangan Islam khususnya di dua daerah bagian Burma yakni, Pagan (Bagan) dan Arakan, untuk mengetahui Islamissi di Burma dalam makalah ini akan membagi proses Islamisasi di kedua daerah tersebut.
1.      Kedatangan Orang-Orang Arab di Arakan
            Arakan sejak dahulu telah banyak didapati para pedagang Arab, Arakan merupakan tempat terkenal bagi para pelaut Arab, Moor, Turki, Moghuls, Asia Tengah, dan Bengal yang datang sebagai pedagang, prajurit, dan ulama. Mereka melalui jalur darat dan laut. Pendatang tersebut banyak yang tinggal di Arakan dan bercampur dengan penduduk setempat.[14] Muslim Arab datang pertama kali melewati daratan India dan Asia Tenggara melalui jalur perdagangan pada abad ke-7.
            Pada waktu itu, rempah-rempah, katun, batu mulia, barang tambang, dan komuditas lainnya yang datang dari Selatan dan Asia Tenggara  merupakan barang-barang yang sangat dibutuhkan di daerah Timur Tengah dan Eropa. Orang-orang Arab datang sebagai pedagang, dan hampir menguasai perdagangan tersebut. Mereka melahirkan pedagang-pedagang yang menyebarkan Islam dan menjadi pelaut-pelaut hebat, pengetahuan mereka tentang navigasi, ilmu garis lintang, dan garis bujur, fenomena astronimi, dan geografi negara-negara telah membuat mereka tak tertandingi dalam hal berdagang di Samudera Hindia selama beberapa abad. Orang-orang Arab tersebut menulis tentang tempat-tempat yang mereka datangi untuk membuktikan kedatangan mereka di dunia Timur dan Barat.
            Agama Islam pertama kali masuk ke Arakan dibawa oleh orang-orang Arab yang dipimpin Muhammad bin Hanafiya pada tahun 680 M. Pada waktu itu, Arakan dikuasai oleh sebuah kelompok kanibal yang dipimpin oleh Ratu Kaiyapuri. Ketika Muhammad bin Hanafiya datang ke Burma dan menyebarkan agama Islam Ratu Kaiyapuri ikut memeluk agama Islam. Lalu, Hanafiya menikahi Ratu Kaiyapuri. Pengikut Kaiyapuri pun ikut memeluk agama Islam. Seteah itu, dakwah Islam pun tersebar di Arakan oleh para pelaut dan pedagang yang berasal dari Timur Tengah. Data tersebut didapat dari catatan Arab yang ditulis oleh Shah Barid Khan yang berjudul Hanifa O Kaiyapuri pada abad ke 16. Menurut catatan tersebut Muhammad Hanif tiba di Arakan dengan para tentaranya setelah terjadi perang “Karbala”.[15] Arakan, yang pada asal mulanya dinamakan Rohang, merupakan sebuah bangsa yang berdiri sendiri sejak awal mula sejarah bangsa itu dikenal. Oleh karena itulah, mereka dinamakan orang Rohangya, yang kini lebih dikenal dengan sebutan Rohingya.[16] Ada yang mengatakan bahwa Arakan itu sendiri merupakan kata jamak dari rukn, berasal dari kata bahasa yang berarti “tiang-tiang”. Kata tersebut mencirikan keislaman dari etnis Rohingya.[17] Tetapi hal ini masih menjadi kontroversi, dimana kaum Buddha sendiri mengklaim bahwa kata Arakan itu berasal dari nama seorang pendeta Buddha yang bernama “Argyre”. Penyebar agama Buddha manyebut Arakan sebagai “Rekkha Pura”. Jadi tidak dapat dipastikan nama Arakan itu berasal dari mana.
2.      Kedatangan orang-orang Muslim di Pagan (Bagan)
            Di bagian lain dari daerah Burma setelah Arakan Islam adalah daerah Pagan (Bagan), Orang-orang Muslim pertama yang mendarat di Burma (Myanmar) berlabuh di delta sungai Ayeyarwady, semenanjung Tanintharyi, dan Rakhime di abad kesembilan.[18] Kedatangan umat Islam ini tercatat oleh orang-orang Eropa, Cina dan Persia.
                Dikatakan dalam sumber lainnya, bahwa orang Muslim Datang ke Burma pada abad ke sembilan. Mereka mungkin berasal dari Bengal, dan berdagang di daerah Arakan dan mendarat di pesisir Pantai Burma. Walaupun Burma bukan pusat jalur antara Timur tengah, India dan Cina, mereka seringkali singgah di Jalur Maritim pada abad kesimbilan dan kesepuluh. Para pelancong Muslim Persia dan dan juga Arab menyebutkan bagian Burma Selatan dalam catatan mereka, mereka menggambarkan lalu lintas perdagangan yang pesat telah berlangsung melalui pantai India, Burma, semenanjung Melayu, Sri Langka. Orang-orang Muslim yang berlayar diperaiaran sebelah Timur telah mengenal daerah pesisir Arakan. Perkampungan Muslim pertama di Burma dihuni oleh para pedagang, beberapa lainnya yang datang ke Burma tanpa sengaja disebabkan karena terdamparnya kapal mereka di peraiaran Burma, dan terpaksa meminta perlindungan.[19] Tidak banyak sumber yang mengungkapkan mengenai kehidupan Muslim di daerah ini.
            Keterangan tentang berlabuhnya orang muslim di Burma tercatat dalam Kronik Burma yang telah merekam kehadiran Muslim pada Era kerajaan pertama Burma Pagan (Bagan) 1044 M. dua orang pelaut Muslim dari keluarga BYAT. Byat Wi dan Byat Ta, tiba di pantai Burma dekat Thaton. Setelah kapal mereka rusak, mereka mengunakan papan berenang ke pantai. Mereka berlindung dan tinggal di Biara di Thaton. Raja Thaton menjadi takut terhadap mereka dan raja membunuh saudara tertua ketika sedang tidur. Saudaranya yang paling Muda berhasil meloloskan diri ke Bagan dan berlindung kepada Raja Anawartha. Kemudian dia tinggal di Bagan dan menikahi seorang wanita dan memiliki dua orang anak, Shwe Byin bersaudara. Sumber lain datang dari Eropa, dimana para Pelaut Eropa yang telah mengunjungi pesisir Pantai Burma di abad ke-15 sampai 17 M menggambarkan bahwa perkampungan para pedagang Muslim dan lalu lintas perdagangan mereka menghubungkan Burma dengan Jalur Sumatra, Malaka, dan Pulau Maluku hingga Cina dan Jepang, di satu sisi, berhadapan langsung dengan Bengal dan Sri langka, Persia dan laut Merah di lain sisi. Para pedagang Muslim mengadakan jual beli di daerah ini. Faktanya adalah beberapa bagian di pesisir Burma berkembang dalam pelabuhan terpenting dan merupakan pusat reparasi kapal. Lebih utama untuk orang-orang Arab dan para pedagang Armenia. Dalam berbagai hal para pedagang Muslim yang telah aktif di Burma, telah menemukan pelabuhan mereka sendiri, dan mereka dibatasi oleh Peraturan yang dibebankan oleh raja kepada Mereka dan juga dengan peraturan daerah setempat.[20]
            Muslim Persia telah berlayar, dalam pencaharian negeri Cina dan Mengunjungi Burma di perbatasan Yunan (Cina), para kolonis telah merekam dalam kronik Cina pada 860 M. Myanmar Muslim telah di kenal dengan sebutan Pathi, dan Myanmar Cina Muslim disebut Panthay, nama ini dipercayai berasal dari bahasa Persi.[21] Pelancong dari Persia, Ibnu Khordabeh, pelancong dari Arab pada abad ke Sembilan, Sulaiman dan Pelancong Persia pada Abad kesepuluh, Ibn al Faqih, dalam tulisan-tulisan mereka menyebut Burma Selatan. Sejarawan Arab yang yang hidup di abad ke sepuluh, al Maqdisi, membicarakan hubungan yang dikembangkan Burma dengan India, kepulauan Melayu, dan Sri Langka. Sejarah Burma mencatat keberadaan orang-orang Arab di masa pemerintahan raja Anawartatha (1044-1077) yang bekerja sebagai penunggang kuda kerajaan. Pengganti Anawartha, raja Sawlu (1077-1088) dididik oleh seorang guru Muslim berkebangsaan Arab dan mengangkat anak sang Guru, Yunan Khan, sebagai Gubernur kota Ussai, yang sekarang bernama Pegu. Sebuah konspirasi di lingkungan istana membuat Yunan Khan memberontak. Usahannya untuk menguasai pagan digagalkan oleh Kyanzitha, saudara Sawlu, yang memperkenalkan suatu perkampungan Muslim di pedalaman Burma lewat tawanan-tawanan Muslim asal India. Di abad ketiga belas, ketika pasukan Kubilai khan  yang didominasi oleh tentara-tentara Muslim di bawah pimpinan Nasruddin, anak gubernur Yunan, menyerang daerah Pagan, keberadaan mereka di Burma kembali terasa.[22]
KESIMPULAN
            Dari berbagai macam sumber yang didapat maka dapat diketahui, bahwa Islam mulai datang ke negeri Burma (Myanmar Sekarang) ini di mulai sejak awal hadirnya Islam, Yakni abad ke-7 dimana daerah Arakan telah banyak  disinggahi oleh para pedagang Arab, Arakan merupakan tempat terkenal bagi para pelau Arab, Moor, Turki, Moghuls, Asia Tengah, dan Bengal yang datang sebagai pedagang, prajurit, dan ulama. Mereka melalui jalur darat dan laut. Pendatang tersebut banyak yang tinggal di Arakan dan bercampur dengan penduduk setempat. Percampuran suku tersebut terbentuk suku baru, yaitu suku Rohingya. Oleh karena itu, Muslim Rohingya yang menetap di Arakan sudah ada sejak abad ke-7 dan mereka tidak terbentuk dari satu suku saja. Mereka terbentuk dari berbagai percampuran berbagai suku yang berbeda. Para pedagang yang singgah di panatai pesisir Burma mulai menggunakan pesisir pantai dari Negara Burma (Myanmar) sebagai Pusat persingahan dan juga dapat dijadikan sebagai sebuah tempat reparasi kapal. Dapat diketahui bahwa Islam mulai masuk ke Burma di bawa oleh para pedagang Muslim yang singgah di pesisir pantai Burma. Pada masa kekuasaan perdagangan Muslim di Asia Tenggara mencapai puncaknya, hingga sekitar abad ketujuh belas, kota-kota di pesisir Burma, lewat Koneksi kaum Muslim, masuk ke dalam jaringan dagang kaum Muslim yang lebih luas. Bahkan ketika dominasi kaum Muslim tetap memainkan peran penting di kawasan ini. Mereka tidak hanya aktif di bidang perdagangan, melainkan juga dalam pembuatan dan perawatan kapal. Suatu ketika di abad ketujuh belas sebagian besar propinsi yang terletak di jalur perdagangan dari Mergui sampai Ayutthaya praktis dipimpin oleh gubernur Muslim dengan para administrator tingginya yang juga Muslim.[23]


DAFTAR PUSTAKA
A Short Historical Background of Arakan”, Artikel ini di akses pada 21 Oktober 2014 dari http://www.arthistoryclub.com/art_history/Rohingya.
Azizah, Pemberontakan Separatis Muslim Rohingya Pasca Kemerdekaan Burma 1948-1988.
Bahan masukan rangkaian pertemuan The17thASEAN Summit and Related Summits, Kementrian Luar Negeri RI.
History of Arrival of Islam in Burma/ Myanmar,”artikel di akses pada 21 Oktober 2014 dari http://en.wikipedia.org/wiki/Islam_in_Burma
Muzani, Saiful. Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara”, , Ed, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 1993.
The History Of Myanmar. Tersedia dari http://myanmar-periodical-history.html. Internet diakses pada tanggal 21 Oktober 2014
Yegar, Moshe. “Between integration and secession : the Muslim communities of the southern Philippines, Southern Thailand, and western Burma/Myanmar”, Lanham, Md. : Lexington Books, 2002.



[3] Ricklefs. M.C dkk, Sejarah Asia Tenggara dari masa Prasejarah sampai Kontemporer. Depok, Komunitas Bambu, 2013. Hlm 206-207.
[4] Ibid, hlm 207
[5] Ricklefs. M.C dkk, Sejarah Asia Tenggara dari masa Prasejarah sampai Kontemporer. Depok, Komunitas Bambu, 2013. Hlm 209-210.
[6] Ibid. hlm 265-256.
[7] Ricklefs. M.C dkk, Sejarah Asia Tenggara dari masa Prasejarah sampai Kontemporer. Depok, Komunitas Bambu, 2013. Hlm 268-269.
[8] Ibid. hlm 270-271.
[9] Ricklefs. M.C dkk, Sejarah Asia Tenggara dari masa Prasejarah sampai Kontemporer. Depok, Komunitas Bambu, 2013. Hlm 270-272.
[10]The History Of Myanmar. Tersedia dari http://myanmar-periodical-history.html. Internet diakses pada tanggal 21 Oktober 2014
[11]Bahan masukan rangkaian pertemuan The17thASEAN Summit and Related Summits, Kementrian Luar Negeri RI
[13] Azizah, Pemberontakan Separatis Muslim Rohingya Pasca Kemerdekaan Burma 1948-1988, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Depok 2006. Hlm. 1-2
[14] A Short Historical Background of Arakan”, Artikel ini di akses pada 21 Oktober 2014 dari http://www.arthistoryclub.com/art_history/Rohingya
[15]  Ibid.
[16] Azizah, Pemberontakan Separatis Muslim Rohingya Pasca Kemerdekaan Burma 1948-1988, Op. Cit.,  Hlm. 53
[17]  Ibid.
[18] “History of Arrival of Islam in Burma/ Myanmar,”  artikel di akses pada 15 Maret 2008 dari http://en.wikipedia.org/wiki/Islam_in_Burma              
[19] Moshe Yegar, “Between integration and secession : the Muslim communities of the southern Philippines, Southern Thailand, and western Burma/Myanmar”, Lanham, Md. : Lexington Books, 2002. hlm. 19
[20]Ibid,.
[22] “Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara”, Saiful Muzani, Ed, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 1993. Hlm. 28
[23] Ibid., hlm. 29

0 komentar:

Posting Komentar