Senin, 06 Oktober 2014

IKWANUL MUSLIMIN: PEMBAHARU ISLAM VERSI HASAN AL-BANNA




ABSTRAK
IKWANUL MUSLIMIN: PERAN PEMIKIRAN HASAN AL-BANNA DALAM KEMAJUAN ISLAM  MODERN
Makalah ini akan membahas mengenai peran dan pemikiran Hasan Al-Banna dalam menciptakan gerakan Islam Modernis di Mesir yaitu Ikhwanul Muslimin, mengkaji dari pola pemikiran Hasan Al-Banna yang melahirkan gerakan Islam yang maju dan mengglobal, makalah ini meyatakan bahwa pandangan umum mengenai identitas ikhwanul muslimin tidak terlepas dari perana utama dari pemikiran modern Islam Al-Banna, Hasan Al-Banna sebagai bapak pendiri Ikhwan Muslimin, dalam jurnal Ana Balen Soage berpandangan bahwa dari jurnalnya yang di kutip dalam buku Al-Banna, bahwa islam bukan hanya spiritual dan ritual, namun Islam adalah Akidah dan ibadah, bangsa dan kebangsaan, agama dan Negara, Spiritual dan Tindakan, Etika dan Kekuasaan, Rahmat dan keadilan, budaya dan hukum, Islam adalah agama yang mencakup seluruh aspek kehidupan. (Jurnal Ana Belen Soage). Di mana paper ini akan melihat apa maksud dan tujuan Ikhwanul Muslimin di bentuk serta sejarah terbentuknya Ikhwanul Muslimin?, bagaimana penjelasan mengenai pemikiran Al-Fikra Al-Islamiyah? tugas apa saja yang di emban oleh pergerakan Ikhwanul Muslimin?, serta melihat dari tahapan-tahapan, norma-norma, dan makna yang mencakup Ikhwanul Muslimin, sementara itu makalah ini akan membahas mengenai pemikiran Hasan Al-Banna dalam memodernkan pemikiran Islam dan dampak dari terbentuknya Ikhwanul Muslimin, serta dalam penemuan saya mengenai pemikiran Al-Banna mengenai Al-Fikra Al-Islamiyah yang menyangkut awal dan dasar pemikiran Hasan Al-Banna yang memberikan dampak buah pemikiran lainnya yang terus berkembang hingg saat ini. makalah ini akan mengulas sebuah artikel yang di karang oleh Khalil Al-Anani dan mengkaji penulisannya, beliau adalah seorang penulis di sebuah sekolah pemerintahan dan Hubungan Internasional di Durham University, University of Kingdom
Keyword: Ikhwanul Muslimin, Mesir, Islam Modernis, Pemikiran Hasan Al-Banna,
Al-Fikra Al-Islamiyah.




PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ikhwanul Muslimin terlahir pada awal ketegangan kebudayaan dan politik di abad 20, diantaranya peristiwa dramatis sebelum terbentuknya Jama’ah Hasan Al-Banna dari Ikhwanul Muslimin pada tahun 1928, terjadinya penghapusan Kekhalifahan Besar di Turki oleh pemuda-pemuda Turki yang berhaluan pada pemikiran barat atas dalih modernisasi dan reformasi turki baru, pada tahun 1924, telah jelas bahwa atas penghapusan kekhilafahan pada masa itu membuat titik traumatis atas Islam, yang pada akibatnya timbulnya perpecahan islam setelah tumbangnya kekhilafahan di Turki, lain halnya di Mesir yang tidak jauh berbeda apa yang terjadi di Turki bahwa adanya koloni Inggris di Mesir telah memperparah ketegangan atas politik mesir dalam konteks sosial, yang mengakibatkan pecahnya dua kubu pemikiran besar di mesir yaitu pemikiran modernis sekularisme mesir yang memiliki pemikiran atas Negara Mesir yang modern dan sekuler atas dasar itulah mereka memiliki basisnya tersendiri di regional Mesir, pemikiran yang tumbuh di mesir selanjutnya ialah pemikiran Islam ortodok yang mengambil sikap konservatif dan menentang atas pemikiran modern sekuler Mesir serta sebagian besar perubahan politik dan budaya, Islam ortodoks menganjurkan Reformis agama yang mempertegas pertahanan Islam untuk dijadikan landasan politik dan budaya, serta mempertahankan atas pemikiran sekularisme yang sama-sama lahir di mesir[1]. Setelah deklarasi protectorat inggris atas mesir selama perang dunia     ke I, pengakuan Inggris atas kemerdekaan Mesir pada 1922, namun selepas kemerdekaan inggris masih memiliki kepentingan atas terusan suez dan sudan[2]. Dari kemerdekaan mesir yang belum sepenuhnya Inggris dalam kendali terusan Suez memiliki kepentingan tersendiri dalam kaitannya kekuatan ekonomi dan perdagangan di timur tengah.
Ikhwanul Muslimin sebagai gerakan yang paling berpengaruh di Timur Tengah terutamanya Mesir dan negeri-negeri di sekitarnya, selama 8 dekade sebagai gerakan Reformis serta pembahari gagasan modernis Islam yang dirikan oleh Hasan Al-Banna. Ikhwan yang lebih sering memprotes atas kezaliman rezim Mubarak, karena penguasaan Mesir secara otoriter yang bertentangan atas mesir yang Demokratis. Ikhwanul Muslimin berusaha dalam perubahan pemerintahan mesir yang sudah sangat lama di kungkung oleh rezim Mubarak selama bertahun-tahun, yang di mana tidak semakin berkembangnya mesir sebagai Negara peradaban, namun semakin di perparah atas tindak korup atas pemerintahan Mubarak, yang mengakibatkan retak dan semakin sulitnya kehidupan rakyat. Ikhwanul Muslimin dalam hal ini juga menginginkan pelestarian struktur organisasi dan aktivisme politik yang sudah lama terbangun sejak puluhan taun lamanya, dalam rezim Hosni Mubarok kekuatan Ikhwanul Muslimin sedikit demi sedikit di kikis agar tidak membahayakan rezim Hosni Mubarok. Pada masa pemberontakan 25 januari 2011 yang menumbangkan rezim Hosni Mubarok, setelah tiga decade berkuasa, Ikhwanul Muslimin muncul sebagai kunci dalam peran politik baru Mesir setelah tumbangnya rezim Hosni Mubarok, selain itu Mohammad Morsi, sekaligus ketua dari kebebasan dan Partai Keadilan Mesir, sebagai kekuatan baru atas kungkungan yang dialami Ikhwanul Muslimin selama rezim mubarok. Mohammad Morsi sebagai Presiden Mesir pertama yang terpilih setelah rezim Hosni Mubarok tumbang. Dalam makalah ini pertanyaan penting dalam perjalanan sejarah ikhwan dari mulai terlahir dan saya menjelaskan informasi dan update terkini atas politik Mesir dan pergerakan Ikhwannul Muslimin yang sangat heroik dan saling memperkokoh persaudaraan yang tinggi, hingga kekuatan itu tumbuk sampai saat ini, karena adanya penopang dan penggerak utama dalam jiwa pemikiran masyarakat mesir terkhususnya Ikhwannul Muslimin yang menginginkan Mesir pada taraf perubahan modern, bukan saja pada tarap rezim yang mengungkung kebebasan rakyat atas perkembangan pemikiran, Hasan Al-Banna sebagai tokoh kharismatik mesir memang tidaklah setenar apa yang kita dengar, namun pemikirannya yang mempengaruhi gerakan besar dari awal mesir merdeka hingga kini. Sebagai penggerak identitas Islam, Ikhwanul Muslimin dapat mempertahankan identitasnya sebagai reformis Islam modern, tidak dapat perhatian yang baik dalam rezim Hosni Mubarok atas Ikhwanul Muslimin, Mohammad Morsi sebagai penguasa Mesir pada periode itu, yang satu-satunya dapat memberikan perlindungan atas pergerakan ini. Sebagai perjalanan Ikhwanul Musimin dalam makalah ini bagaimana maksud dan tujuan Ikhwanul Muslimin lahir serta pemikiran Hasan Al-Banna yang memberikan sebuah pergerakan besar Islam di Mesir pada masanya hingga kini. Makalah ini berusaha untuk memberikan informasi kepada khalayak ramai, mengenai pergerakan Ikhwanul Muslimin dan Pemikiran Hasan Al-Banna sebagai bapak pendiri gerakan Islam modernis sudah selayaknya di publikasikan untuk memberikan dorongan dan semangat atas Ilmuan Islam di masa kini untuk perubahan Islam yang lebih maju, Hasan Al-Banna memberikan sebuah contoh dalam identitas dirinya yang sangat mempengeruhi anggota Ikhwanul Muslimin hingga dalam sehari-hari mereka sampai saat ini.[3] Dalam pembahasan makalah ini ada hal yang menarik di bahas selain dari konsep pemikiran hasan albanna yang berupa Al-Fikra Al-Islamiyah mengenai dasar-dasar pemikirannya, dalam sebuah jurnal Khalil Al-Anani ’The Power of The Jama’a: The Role of Hasan Al-Banna in Constructing The Muslim Brotherhood Collective Identity, United Kingdom’’ dan Rosmani Ahmad yang berjudul analisis terhadap pemikiran hasan al-banna dari Analityca Islamica bahwa pemikiran Hasan Al-Banna [4], Negara Islam memiliki banyak bentuk termasuk demokrasi parlementer konstitusional, hasan Al-Banna menegaskan bahwa pemerintahan konstitusional merupakan sistim yang paling mendekati pemerintahan Islam.[5] Hal ini tertuang dalam pemikiran Al-Banna dalam pemikiran politiknya.
Ikhwan dan Al-Banna memberikan pokok pemikirannya terutama dalam dalam menyangkup aspek seluruhnya dalan kehidupan antara Islam dan Negara. Tulisan ini berargumen bahwa al-banna menuangkan gagasan pemikirannya berupa memasukan identitas Islam sebagai penempa jati diri islam yang mencakip segala macam bidang dan aspek yaitu aspek social, aspek politik, aspek budaya, aspek ekonomi dan aspek kemasyarakatan bahkan sampai kenegaraan juga di termasuk didalamnya. Identitas Islam menjadi sistem termasuk norma-norma, nilai-nilai dan peraturan yang diajarkan sebagai prinsip Islam kedalam kehidupan sehari-hari.
Melihat data kuantitatif dan kenyataan social politik yang demikian saya berpendapat, ikhwanul muslimin dan Hasan Al-Banna sangat menarik untuk di bahas di makalah ini.


PEMBAHASAN
Biografi Hasan Al-Banna
Hasan Al-Banna dilahirkan di Desa Al-Mahmudiyah yang berada di wilayah Al-Bahira, kawasan pedalaman Mesir, pada Bulan Sya’ban 1324 H, bertepatan dengan Bulan September 1906 M. daerah kelahiran Hasan Al-Banna dikenal sebagai caerah delta . ayahnya bernama Syeikh Ahmad Abdur Rahman Al-Banna seorang ulama yang hafal Al-Qur’an.[6] Keulamaan ayahnya dikenal sebagai imam masjid serta pegawai syari’ah di desanya. [7] masa kecilnya hasan al-banna dilalui dengan belajar Tahfiz Al-Qur’an yang di pelajari langsung dari ayahnya. Ayahnya yang memberikan pendidikan dasar keagamaan kepada Hasan Al-Banna. Sementera itu, pendidikan dasar formal dilalui Hasan Al-Banna di Madrasah Diniyah Al-Rasyad. Madrasah tersebut di kelola oleh pemerintah. Pada usia 12 tahun , ia pernah menyaksikan praktek zikir Tarekat Al-Hasafiyah dan menangkap kesan tentang kelapangan hati dan kesalehan orang tua serta kerendahan hati orang muda. Sejak itu nama Syeikh Hasafiyah, guru tarekat tersebut melekat kuat di dalam hatinya.[8] Ikatan Hasan Al-Banna terkait dengan Tarekat Hanafiyah menanamkan pengaruh dalam dirinya, betapa erat hubungan Antara pemimpin dan pengikutnya menguraikan bagaimana salah seorang guru pertamanya mengajarkan kepadanya cara menilai ikatan spiritual dan emosional yang dapat tumbuh Antara guru dan murid. Berkat hubungan dengan sufi dia senantiasa menghargai Tasawuf, terutamanya hal selama tidak mengandung Bid’ah yang menurut Muslim spiritualis sering mengotori praktik dan keyakinan Sufi. Al-Banna tidak pernah mengutuk Tasawuf, tetapi justru menyerukan perubahan sufi yang salah jalan dan menyerukan pembersihan sufi dari noda. Dasar pendidikan formal yang diterimanya di Madrasah Al-Rashad dilanjutkan ke Madrasah Al-I’Dadiyah di Al-Mahmudiyah, selanjutnya ia melanjutkan pendidikan ke Dar Al-Mu’allimin di Damanhur pada tahun 1920. Di sekolah inilah ia menyelesaikan hapalan Al-Qur’an yang telah dimulai sejak bersama ayahnya. Pada waktu itu ia belum genap berusia 14 tahun. Pada tahun 1923 Hasan Al-Banna melanjutkan pendidikan formalnya di sekolah tinggi di Dar Al-Ulum Kairo. Sekolah ini bertujuan untuk membina guru Agama. Selama belajar di Kairo, keterlibatannya dengan Tarekat Hasafiyah tidaklah terputus. Dia terlibat dalam terekat tersebut melalui cabang Kairo, namun salah satu hal yang menaarik adalah Hasan Al-Banna banyak terlibat dalam perkembangan pemikiran atau situasi politik yang sedang melanda Mesir. Ketika itu, mesir sedang mengalami ketidakmenentuan politik. Itu ditandai dengan selalu terjadinya pertikaian antara kelompok-kelompok politik yang ada. Persoalan lain adalah westernisasi yang mencengkram begitu kuat dalam situasi itulah pematangan pemikiran Hasan Al-Banna berproses.[9]
Perjalanan Ikhwanul Muslimin
Sejarah telah mencatat bahwa Mesir sejak zaman kuno 4000 tahun SM telah mempunyai peradaban tinggi, sehingga Mesir menjadi daerah yang mempunyai peranan penting dalam sejarah perkembangan Islam, baik zaman modern atau pun pra modern. Peranan yang dimainkan Mesir dalam sejarah perkembangan Islam tampak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan. Negara Mesir terletak pada persimpangan jalan antara Asia dan Afrika, memiliki proses strategis disamping tanah yang subur, membangkitkan minat para penakluk dan negara-negara besar pada masa lampau. Nilai strategis Mesir bertambah lagi dengan digalinya Terusan Suez pada tahun 1869 M yang berada di bawah kontrol Inggris yang menyadari betapa pentingnya terusan ini bagi kepentingan imperiumnya. Agama Islam masuk ke Mesir pada masa khalifah Umar bin Khattab, dibawah pimpinan Amr bin Ash yang menjadi gubernur pada tahun 632-660 M. Periode modern Mesir mulai tahun 1800 M, dan seterusnya merupakan zaman kebangkitan umat Islam. Gerakan pembaharuan dimulai sejak pemerintahan M. Ali Pasya (1765-1849 M), al-Tahtawi (1801-1873 M), Jamaluddin Al-Afghani (1837-1897 M), dan M. Abduh (1849-1905 M).[10]  Mesir resmi dijadikan protektorat Inggris pada tahun 1914. Namun negeri itu telah berada di bawah pengaruh Inggris sejak seperempat terakhir abad ke-19. Dengan demikian respons masyarakat Mesir terhadap barat telah terlihat sejak akhir 1870-an. Kegiatan dan kunjungan Jamaluddin al-Afghani, pemimpin pembaharuan politik keagamaan Islam pada akhir abad ke-19 ke Kairo dicurigai. Memang pada 1879 terjadi demonstrasi besar-besaran di Kairo yang melibatkan ulama, wartawan, tuan tanah dan anggota militer. Dua tahun kemudian, sejumlah anggota tentara Mesir dibawah Ahmad Urabi merebut kantor kementrian peperangan dan membentuk pemerintahan sendiri. Inggris, yang merasa memiliki Mesir, mengambil jalan militer untuk menumpas semua kegiatan tersebut. Sejumlah tokoh, termasuk Muhammad Abduh diusir dari Mesir. Sejak 1882, Inggris secara defacto menguasai Mesir, walau institusi Khidiwi tetap dipertahankan. Yang jelas, krisis 1879-1882 telah memberikan warna politik lebih jelas kepada kelompok elit Mesir yang risih dengan pemerintahan khidhiwi dan juga campur tangan Eropa. Bahkan sejak tahun 1899, Mesir telah disatukan dengan Sudan sebagai kondominium Inggris.[11]  Langkah pertama kali yang dilakukan Inggris setelah menumpas kegiatan tersebut adalah menghilangkan fungsi kehidupan parlemen dan membentuk kembali tentara Mesir di bawah pengawasan mereka, serta mengangkat para penasehat dari pihak mereka untuk menduduki berbagai kementrian.
Pada masa Khudhiwi Abbas Hilmi yang menggantikan khudiwi Taufik tahun 1892, timbul partai al-Hizbul Wathahi yang dipimpin oleh Mustafa Kamil tahun 1907. Partai ini menyebarkan semangat nasionalisme dan persatuan seluruh rakyat sehingga dengan satu komando mengusir Inggris dari Mesir. Pada tahun 1908 Musthafa meninggal tetapi gerakan nasional terus berlanjut yang ditandai dengan berdirinya tiga partai nasional dengan tujuan yang sama yaitu Al-Hizbul Wathani di bawah pimpinan Abdul Khalik Tsaurt, Hizbul Ummah di bawah pimpinan Syaikh Hasan Abdul Razik dan Hizbul Islam di bawah pimpinan Syaikh Ali Yusuf. Setelah pecah perang dunia I tahun 1914, Inggris mencatat Khudiqi Abbas II karena memihak Turki dan Jerman melawan sekutu dan mengangkat Husein Kamil sebagai gantinya, dengan demikian Inggris berhasil memutuskan hubungan antara Mesir dan Turki. Hal ini menimbulkan kemarahan rakyat.[12]
Disisi lain, pembangunan ekonomi yang berorientasi kepada pasar menimbulkan berbagai akibat. Disatu pihak, ekonomi Mesir menjadi tergantung pada produk pertanian tunggal, kapas. Akibatnya pengembangan industri lain menjadi tidak layak. Di pihak lain, ketimpangan ekonomi yang tercipta karena industri dan tetesan uang kapas mendorong munculnya tokoh politik dan pejuang sosial keagamaan di kalangan terpelajar. Katalis perjuangan nasional mereka sering dihubungkan dengan peristiwa penembakan burung dara oleh sekelompok tentara Inggris di pekan Binsaway pada tahun 1906. Masyarakat Mesir dari segala lapisan bersatu mengutuk tindakan brutal tentara yang membalas terbunuhnya seorang rekan mereka dengan menghabisi nyawa empat petani dan menghajar puluhan lainnya. Pada tahun 1918, Saad Zaghlul bersama tokoh-tokoh politik Mesir melahirkan partai Wafd (delegasi) yang kemudian mengirimkan delegasi ke London pada bulan November untuk menjelaskan situasi dan tuntutan rakyat Mesir, tetapi delegasi itu tidak pernah mendapatkan izin meninggalkan Mesir. Tiga tahun kemudian, kelompok nasionalis bangkit menuntut otonomi politik kemerdekaan penuh. Hal itu ditandai dengan mengadakan pemogokan, demonstrasi dan pergolakan. Akhirnya pada Februari 1922, protektorat dihapuskan dan Mesir menjadi merdeka dengan beberapa syarat. Setahun kemudian, konstitusi diumumkan dan pemerintahan Mesir ditetapkan sebagai monarki konstitusional. Pada tiga dasawarsa pertama abad 20, gerakan nasionalis dan politik di Mesir hampir dimonopoli oleh kelompok sekuler. Tetapi tidak berarti kelompok Islam menjadi pasif, namun memang mereka lebih bertumpu kepada pembaruan sosial keagamaan. Yang jelas ketidakseimbangan inilah yang menggugah semangat nasionalisme Hasan al-Bana dalam menyikapi keadaan sosial politik saat itu. Hal ini dibuktikan dengan mendirikan sebuah gerakan Islam yang dinamai dengan Ikhwan al-Muslimin dengan program yang berorientasi tegas kepada Islam.[13]
Disisi lain, dalam diri individu Hasan Al-Bana sendiri sudah tertanam jiwa nasionalisme yang diajarkan oleh keluarganya juga pemahaman mengenai agama, sehingga dalam hidupnya ia juga melakukan dakwah di masjid-masjid, pasar dan mushalla-mushalla dengan mengajarkan syiar-syiar Islam secara praktis. Dengan kecerdasannya, Hasan Al-Bana melihat bahwa ada beberapa kelompok masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk menyukseskan misi dakwahnya di jalan Allah. Masyarakat tersebut dibaginya menjadi empat kelompok, yakni para pemuka agama, para tokoh tarekat dan tasawuf, sesepuh masyarakat dan para pengunjung pada perkumpulan-perkumpulan. Karena ia bersifat santun dan sopan dan kadang-kadang juga ia memberikan hadiah seperti buku-buku keagamaan, cenderamata, maka dengan sendirinya dapat menarik simpatik mereka dan otomatis ia diterima dengan lapang dada. Begitulah berkat kepiawaian dan kesungguhan di awal kegiatan dakwahnya Imam Hasan Al-Bana berhasil menarik hati sebagian masyarakat, menyatukan mereka dalam kebaikan, menghidupkan semangat yang ada dalam dada mereka untuk menegakkan Islam sekaligus mempraktekkannya dalam kehidupan mereka. Jalan dakwah ini berlangsung kurang lebih satu tahun lamanya.[14]
Pada bulan Zulkaidah 1346 H / Maret 1928 M, ia didatangi oleh enam orang  yang mengaku tertarik pada kepribadiannya dan terkesan pada pola-pola dakwahnya. Mereka menyatakan kepada Imam Hasan Al-Bana tentang ketertarikan mereka terhadap cara-cara dakwah yang Hasan Al-Bana lakukan dan mereka bermaksud menggabungkan diri. Mereka juga menawarkan sebagian dari kekayaan yang mereka miliki untuk kepentingan tersebut. Dengan segala senang hati, Imam Hasan Al-Bana menyambut baik niat mereka itu. Imam Hasan Al-Bana kemudian mengusulkan nama “Ikhwanul Muslimin” bagi kelompok mereka itu. Alasan karena tujuan mereka bersatu padu dalam sebuah persaudaraan tersebut semata-mata untuk mengabdi kepada Islam jadi sangat tepat jika kelompok tersebut diberi nama “Persaudaraan Islam” (Ikhwan Al-Muslimin).[15]
Dalam pemdapat ruth starkman bahwa Ikhwanul Muslimin adalah organisasi politik islam yang kuat dan terorganisir, persaudaraan ikhwanul muslimin yang sangat dalam mendominasi parlemen di mesir pada tahun 2012, menurut ruth, ikhwanul muslimin bertahap melakukan transformasi besar-besaran dalam kurun abad 21.[16] Menurut Ruth, konsep teologi aslinya dalam Ikhwanul Muslimin memiliki kesamaan dalam tradisi di eropa yaitu, konsep hukum alam, persaudaraan dalam Al-Qur’an adalah gagasan kesetaraan di hadapan Alloh SWT yang melampaui ras kebangsaan atau jenis kelamin, meskipun dalam pendapatnya kepatuhan terhadap kesetaraan gender ini aslinya belum tercapai penuh, baru-baru masa ini saja di gaas dan terwijud. Ikhwanul muslimin menampilkan dua elemen dalam teorinya yaitu totalitas gerakan dan system pemerintahan, sehingga Ikhwanul Muslimin menggabungkan Antara agama dan Negara dari segi pemerintahan dan kesehari-hariannya.[17] Pendapat Nazir Ayubi mengenai reformasi Islam seperti Al-Afghani dan Mohammad Abduh yang berusaha untuk memoderniskan pemikiran Islam, namun geerasi berikutnya yang berkaliber lebih besar seperti Hasan Al-Banna yang mekanjutkan reformasi pemikiran Islam modern.[18]

Visi dan Misi Ikhwanul Muslimin
            Visi: Dasar Islam (yaitu mendasarkan struktur Negara pada prinsip-prinsip Islam dan pelaksanannya). Negara sipil dan kebebasan politik yang terikat.[19] Sedangkan misi Al-Banna mengemukakan dalam gagasannya ialah untuk berdirinya dalam gelombang materialisme, dalam sebuah pernyataan yang terinci, ia menekankan bahwa misi Ikhwanul Muslimin adalah untuk mereformasi Mesir dan untuk memimpin peradaban dunia, hal ini dapat terwujud dari.
1.      Sistem politik yang efisies
2.      Sistem baru hubungan internasional
3.      Sistem peradilan praktis
4.      Suatu system ekonomi yang efisien, yang dapat menjalin kemerdekaan individu, masyarakat dan Negara.
5.      Sistem budaya dan pendidikan yang dapat mengatasi buta huruf dan membaca.
6.      Sistem keluarga yang dapat membangun kembali hubungan pribadi dan kekeluargaan antar Muslim.
7.      System disiplin yang membentuk karakter kepribadiannya.[20]
Dengan demikian Al-Banna memperkenalkan struktur mediasi. Langkah-langkah untuk menghubungkan tujuan Ikhwanul Muslimin. Terdapat struktur yang di dasarkan tujuan ikhwanul muslimin dalam langkah satu yaitu.
1.      Mendidik dan membentuk Individu Muslim.
2.      Individu muslim akan menyatu kedalam keluarga muslim.
3.      Keluarga Muslim akan membentuk masyarakat Muslim.
4.      Masyarakat Muslim akan membentuk pemerintahan Muslim.
5.      Pemerintah Muslim akan memastikan Negara yang diperintah oleh ajaran Islam dan dengan demikian menjadi sebuah Negara Islam.
6.      Negara Islam yang muncul akan bekerja untuk menyatukan kembali Negara-negara Islam.
7.      Kesatuan Muslim baru harus memimpin dunia dan mempertahankan keunggulannya.[21]
           
Pemikiran Hasan Al-Banna
            Pola pemikiran Hasan Al-Banna apabila di sandingkan dengan Sayyid Qutb adalah bahwa beliau adalah penggerak ideology gerakan Ikhwanul Muslimin sedangkan Al-Banna adalah sebagai pendiri Ikhwanul Muslimin.[22] Dalam pandangan lain bahwa pemikiran yang berbeda antara Abduh dan Ridha yang lebih dekat dengan kalangan elit dan intelektual dalam gerakan pembaharunya, sedangkan Al-Banna berusaha untuk lebih dekat dengan semua kalangan dalam gerakannya di Ikhwanul Muslimin. Dengan kata lain bahwa abduh dan ridha di sibukkan pada reformasi atau gerakan dalam lembaga-lembaga keagamaan dan memiliki wacana masing-masing dalam pergerakannya. Lain hal nya dengan Hasan Al-Banna yang mereformasi di semua kalangan masyarakat ke arah yang lebih islami dalam kehidupan sehari-hari dalam Ikhwanul Muslimin.[23] konsep Al-fikra Al-Islamiyah adalah kosep baru yang menrik dan memberikan atas unsur spirit Ikhwanul Muslimin dalam menjalankan cita-citanya, memberikan pengaruh dalam pokok ideologi pergerakan reformasi Islam di Mesir.[24]
Dalam perkembangan Hasan Al-Banna adalah menetapkan Fikra al-Islamiyah, yang dalam penjelasannya sebagai berikut:
1.      Hukum Islam dan seluruh ajarannya dapat mengatur urusan hidup masnusia di dunia dan akhirat
2.      Dasar pengajaran Al-Ikhwan dan seluruh pemahamannya adalah Al-Qur’an dan sunnah Nabi saw.
3.      Sebagai agama yang kaffah, Islam memiliki kemampuan mengatur seluruh persoalan hidup dan semua bangsa dan ummat pada segala zaman.[25]
Al-Fikra Al-Islamiyyah adalah pemikiran Hasan al-Banna yang menarik dan memberikan pemikiran Al-Banna sebagai gagasan ideologi Islam, ideologi Islam harus di fahami sebagai penempa jati diri Islam yang mencakup segala macam bidang dan aspek yaitu mencakup aspek sosial, budaya, ekonomi, politik dan kemasyarakatan. Identitas Islam menjadi system termasuk norma-norma nilai-nilai dan peraturan yang diajarkan sebagai prinsip Islam kedalam kehidupan sehari-hari.
Persaudaraan Ikhwanul Muslimin sebagai sebuah organisasi yang bertujuan menyediakan layanan kesejahteraan bagi penduduk, dan mendorong serta membela moralitas. Ikhwanul muslimin tidak pernah berhenti dalam mencari anggota Ikhwanul Muslimin dalam melakukan kaderisasi, sebagai buah pemikiran Hasan Al-Banna sebagai memperkuat kualitas serta kuantitas Ikhwanul Muslimin di bawak pergerakan Hasan Al-Banna. Dalam kasus dukungan internasional mesir atas mengkampanyekan Ikhwanul Muslimin pro Palestina. Sebagai wujud solidaritas Muslim di kancah Internasional.[26]
Seorang penerus Ikwanul Muslimin yaitu mohammad Badie, dia memahami dari buku panduan umum (Al-Mushid Al-Amm), Ikhwanul Muslimin memandang bahwa islam sebagai sistim yang mencakup semua aspek kehidupan. Mohammad Badie manyatakan, Ikhwanul Muslimin tidak membedakan Antara agama dan politik, ini memandang Islam sebagai system yang meluas ke semua bidang kehidupan, hal ini mencakup politik, ekonomi, masyarakat, dll, kami menyembah Alloh SWT, dengan politik dan dakwah bersama-sama dan tidak adanya keterpisahan di Antara mereka, hal ini tertanam erat dalam struktur internal Ikhwanul Muslimin yang memiliki bagian yang berbeda untuk mengawasi politik, social, pendidikan, dakwah dan urusan kesejahteraan. Tercantum dalam tugas Ikhwanul Muslimin dalam buag pemikirannya Hasan Al-Banna, untuk mencapai tujuan gerakan yang di dalamnya mengulas mengenai perlunya mengadopsi tujuan Ikhwanul Muslimin sebagai implementasi keislaman dan di terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ada 6 tugas dan tanggung jawab bagi anggota ikhwanul muslimin. Yaitu:
1.      Siap untuk berkorban demi misi Ikhwanul muslimin
2.      Untuk membatasi batas-batas nyata dari Islam
3.      Untuk membantu orang mengikuti dan menghormati batas-batas ini
4.      Berusaha untuk mencapai maksud dan tujuan Ikhwanul Muslimin
5.      Untuk mengadopsi buah dan gagasan Ikhwanul Muslimin dalam kehidupan sehari-hari.
6.      Percaya bahwa tugas tersebut berasal dari ajaran Islam.
Dalam pendekatan pemahaman Islam Hasan Al-Banna dalam banyak kesempatannya menegaskan bahwa pendekatan Islam untuk perubahan harus mencakup semua aspek kehidupan, yaitu dalam bidang politik, ekonomi, social dan moral. Hasan al-banna menerangkan bahwa Islam melampaui ruang dan waktu yang memberkan pemahaman bagi semua ideology dan filosofi,[27] peradaban Islam meberikan kontribusi keilmuan bagi ummat manusia yang besar terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.[28] Menekankan pada gagasan al-banna bahwa Islam tidak akan bangkit tanpa ideologinya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Al-Banna juga mengatakan bahwa ‘’ jika anda mempelajari ajaran islam, anda akan menemukan bahwa Islam telah mengatur semua aturan yang tepat dan hukum bagi manusia untuk pria dan wanita, untuk keluarga dan bangsa.[29]
Hasan al-banna percaya bahwa islam sebagai keyakinan yang mencakup kehidupan manusia dalam salah satu pernyataanya yang menakjubkan dan selalu di kenang yaitu:

Kami percaya bahwa Islam adalah sistem inklusif ; itu adalah Iman dan Ibadah , Negara , Bangsa dan Agama , semangat dan perbuatan , teks suci dan pedang ... Al-Quran menganggap hal-hal ini menjadi inti dari Islam.
Dalam keterangannya tersebut hasan al-banna berusaha untuk memberikan persepsinya mengenai hukum Islam masuk dalam kehidupan sehari-hari dalam kesempatan lain beliau diusulkan sebagai pemegang pengaruh politik di Mesir.[30]
Pemahaman Islam Hasan Al-Banna
Hasa al-Banna dalam pemikirannya bahwa pemahaman yang benar dalam islam yaitu berpegang pada al-qur’an dan as-sunnah dua sumber ini menjadi pokok segala penetapan peraturan islam untuk setiap keadaan. Pandangan ini merasuk dalam konsep pemikiran al-banna dalam meramu pembentukan Negara Islam yang mengikuti empat hal, yaitu Al-Qur’an, as-sunnah, berbagai konvensi Khalifah al-Rasyidin dan ketentuan para ulama ternama. Keempat hal ini menjadi rujukan al-Banna dalam membentuk daulah Islamiyah, (pemikiran buku) kaum Muslimin hendaknya memperdalam kitab sucinya agar mendapatkan keselarasan pada diri mereka dengan Islam. Pada pemahaman Al-Banna mengakui orang bisa saja berpendapat dalam pemahamannya yang menimbulkan perdebatan atau perselisihan dalam soal peribadahan yang sudah jelas terdapat pendapat yang bercabang dan sudah menjadi pemahaman kesepakatan bersama dalam hukum Islam, hal ini dengan sebaik mungkin haruslah di cegah demi menjaga stabilitas persaudaraan. Karena hal tersebut tidaklah bermanfaat sebagaimana yang lain, ada yang lebih utama yang seharusnya di diskusikan selain hal-hal yang bersifat pendapat yang banyak atas kesepakatan bersama oleh ulama yang sudah di percaya oleh ummat.[31]
Orang berfikir bahwa Islam hanyalah ritual dan spiritual belaka, semua sangghan itu hanyalah kebohongan dan itu salah, Islam adalah aqidah dan ibadah, bangsa dan Negara, spiritual dan tindakan. Islam sistim yang luas dalam aspek kehidupan, yaitu adalah Negara dan bangsa, pemerintahan dan ummat, etika dan kekuasaan, rahmat dan keadilan, budaya dan hukum, ilmu pengetahuan dan peradilan, materi dan kekayaan serta keuntungan dan kemakmuran.[32]
Al-banna mengusulkan langkah-langkah konkrit untuk mengatasi krisis moral, politik dan ekonomi dan seperti apa yang Al-Banna lihat yang melanda Negara mesir. Dalam menuju perubahan amoral, Al-Banna menetapkan 50 tujuan utama si bawah gagasannya mengenai politik, peradilan dan tujuan administrasi, social dan tujuan pendidikan atau tujuan ekonomi. Sebagian mereka dalam menggeluti di masing-masing bidang tidaklah mewacanakan akan pentingnya karakter kepribadian dan keagamaan dan moralitas, namun konsep Al-Banna dalam memadukan Antara pengetahuan umum dan kharakter, itu menjadi penyelamat degradasi moral yang di alami Mesir pada masanya.[33] Al-Banna mengidentifikasikan bahwa factor intelektual Islam yang semakin menurun akibat dari umat islam yang mengabaikan ilmu terapan dan banyak menyia-nyiakan waktu luang maupun sempit dalam kegiatan dan hal-hal yang tidak bermanfaat.[34]
Konsep Pemikiran Islam
Al-Banna dalam pemahamannya tentang konsep Islam sejati yang di paparkan oleh pemikirannya bahwa berdasarkan kitab suci dan hal yang paling sensitive dalam praktik mengenai kemujaraban ajimat, jampi-jampi mantera dan ramalan, secara penuh hendaknya muslim memerangi hal semacam ini, setidaknya dengan hati kita apabila kita tidak mampu dalam mencegahnya, namun sebilamana kita mampu gunakan tindakan kita dengan cara yang baik dalam mencegah perbuatan yang jelas-jelas menyimpang dalam koridor islam, maraknya pemujaan terhadap wali, Al-Banna percaya bahwa menghormati atau mengagungkan orang shaleh karena amal shalehnya itu tidak ada masalah atau boleh-boleh saja. Namun dalam pendapat Al-Banna menolak kalau orang seperti itu memiliki kekuatan dalam diri seorang shaleh tadi, atau memiliki kekuatan spiritual yang memberikan manfaat dan kemudharatan bagi orang lain, hal lain seperti pemakaman yang hendaknya tidaklah berlebihan dalam melakukan ziarah kubur, hendaknya berziarah dalam sikap kita yang sederhana dan tidak berlebihan, hal ini apa yang sudah di ajarkan oleh Nabi SAW.[35]
Dalam pemahaman Al-Banna mengenai iman, siapapun orang dapat dikatakan seorang Muslim apabila dia percaya akan kesesaan Alloh SWT dan Kenabian Muhammad saw, berbuat sesuai dengan hukum islam yang diterapkan dan menunaikan kewajiban agama. Hasan Al-Banna menyebutkan orang tersebut kafir apabila dia murtad secara terang-terangan, mengingkari keyakinan dan praktik Islam terkait dengan pemahaman teologi. Hasan Al-Banna mengemukakan bahwa muslim sudah sepantasnya meyakini keesaan alloh dan tidak ada persamaan Antara Alloh SWT dan makhliknya, dan muslim tidak diperbolehkan dalam kaitannya denga penafsiran ayat-ayat al-qur’an mengenai sifat-sifat keesaan Alloh SWT. Aqidah menurut Al-Banna sesuatu yang mengharuskan hati dan anda membenarkannya yang membuat jiwa anda tenang kepadanya dan yang menjadi kepercayaan anda yang bersih dari kebimbangan atau keraguan.[36]
Dalam penemuan pemikiran Hasan Al-Banna ajaran Islam mendorong keterlibatan urusan duniawi, Islam tidak melarang perkara urusan keduniaan, karena keseimbangan dan keselarasan akan dunia dan akhirat akan membawa keseimbangan yang menuntun kita menjadi seorang yang percaya dan tetap kuat dalam memegang prinsip Keislaman seseorag tersebut, Al-Banna dalam pemahamannya tidak ada tabir atau penghalang dalam Islam dan keilmuan duniawi, termasuk dalam perkara penelitian dan research atas gejala alam yang akan membewa pada kekayaan Khazanah keilmuan Islam dan kemajuan teknologi. Islam tidak bertentangan dalam disiplin ilmu apapun, karena agama dam keilmuan sama-sama membahas realitas dan kebenaran. Pemikiran Al-Banna ini merupakan wijud dari kemajuannya dalam Intelektual Islam modern yeng mereformasikan Islam dalam segala bidang dan aspek di abad 19.[37]

Pemikiran politik
Pemahaman Al-Banna mengenai pemikiran politik, pada kesempatan ini politik Al-Banna sebetulnya prinsip islam dapat diterapkan pada keyakinan yang di anut oleh lembaga politik di Negara tersebut. Islam memerlukan suatu suatu pemerintahan yang mengayomi dari tindakan anarkisme di pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, namun Al-Banna berdalih dalam pemikirannya bahwa tidak menetapkan pemerintahan tertentu dalam ulasan pemikiran Al-Banna, Islam hanya meletakkan tiga prinsip pokok yaitu:
1.      Penguasa bertanggung jawab kepada alloh swt dan rakyat. Penguasa bahkan dianggap sebagai abdi rakyat.
2.      Bangsa-bangsa Muslim harus bersatu, karena persatuan merupakan prinsip Iman.
3.      Bangsa-bangsa Muslim berhak memonitoring tindakan penguasa, menasihati penguasa dan mengupayakan kehendak bangsa di hormati.
Karena ketiganya merupakan prinsip yang sangat luas, maka Negara Islam bisa memiliki banyak bentuk, termasuk demokrasi parlementer konstitusional. Ia menegaskan bahwa pemerintaha konstitusonal merupakan sistim yang paling mendekati pemerintahan Islam.[38] Dalam sistim konstitusional terdapat jaminan individu, prinsip konsultasi, dan bertanggung jawab penguasa atas rakyat. Jika kemudian Al-Banna menetapkan bahwa hukum konstitusional di Mesir menyimpang dari Islam, hal itu karena dalam pasal-pasal konstitusional memakai prinsip barat yang menolah hukum Islam, Al-Banna menganjurkan agar sistim konstitusi mesir agar direvisi menjadi bentuk pemerintahan Islam.[39] Sebagai bentuk adanya keprihatinan atas tumbangnya Khilafah di Turki, Al-Banna mengadopsi pemikiran politik modern yang berasal dari barat, namun yang menariknya dari cita-cita pembentukan khilafah bentukan Ikhwan, Al-Banna mentransformasi system demokrasi parlementer konstitusional dan memasukkan Islam sebagai landasannya, yang di kenal sebagai sistim syuro, sistim pemerintahan atau politik yang di selenggarakan sesuai dan dalam landasan-landasan tertentu yaitu Syuro (Musyawarah), Hurriyah (kebebasan), Musawah (persamaan), ‘Adl (keadilan), Ta’ah (kepatuhan), dan Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Al-Banna juga berpendapat bahwa anggota syuro terdiri dari saru ahli fiqh yang mujtahid yang penyataan-pernyataannya diperhitungkan dalam fatwah dan pengambilan hukum, pakar yang berpengalaman dalam urusan publik, semua orang memiliki kepemimpinan terhadap orang lain yang dikenal Ahlul Halli wal Aqdi (DPR)[40].sebagai tujuan jangka panjang, Al-Banna menyerukan kerjasama penuh kepada muslim melalui pakta persekutuan dan pada puncaknya liga bangsa-bangsa Islam.[41] Tujuan dan sasaran Ikhwanul Muslimin atas gagasan hasan al-banna mengartikan 3 tujuan untuk Ikhwan, yaitu untuk memimpin ummat manusia menuju kesejahteraan di bawah bendera Islam, untuk memperkuat identitas Islam di kalangan muslim, untuk menciptakan sebuah gerakan yang dapat mewujudkan Islam dalam terapan kehidupannya sehari-hari. Al-Banna menyatakan dalam sebuah perkataanya.
‘’ saya mengabdikan diri untuk satu tujuan untuk membimbing orang-orang Islam dengan kata-kata dan perbuatan. Dan itulah mengapa saya (Hasan Al-Banna) mendirikan Ikhwanul Muslimin untuk inspirasi Islam dalam tujuannya yang berarti’’
Dengan menetapkan tujuan-tujuan ini Hasan Al-Banna membangun sebuah kerangka utama, yang menginspirasi Ikhwanul Muslimin hingga saat ini.[42] Tujuan lain hasan Al-Banna yaitu untuk politik Ikhwanul Muslimin adalah: ada 2 bagian umum:

A.    Bagian 1
Ø  Membebaskan Negara-Negara Islam dari pendudukan Negara asing
Ø  Untuk menahan gelombang materialistis dan atheis yang mendominasi di Negara-negara Muslim.
Ø  Untuk merumuskan sistempolitik Social, Ekonomi, pendidikan dan yudikatif.
B.     Bagian 2
Ø  Untuk menyatukan semua Negara Muslim di bawah bendera Islam
Ø  Untuk menyeimbangkan panggilan Islam (Al-Da’wah Al-Islamiyah) di seluruh dunia dan mengundang/ mengajak Negara lain untuk seruan islam.
Sekilas maksud dan tujuan tersebut secara mendalam saling berhubungan mereka memainkan peran pentingdalam menyelaraskan anggotanya dengan ideologinya dan kepemimpinannya (Al-Banna). Al-banna tidak hanya merekrut para anggotanya, namun yang lebih penting untuk membawa identitas mereka dalam satu gerakan Ikhwanul Muslimin.[43]
            Ikhwanul muslimin mengusulkan sebuah ideologi politik yang mengandung unsur-unsur Ideology politik Islam. Tetapi yang juga di garis depan berfikir tentang penggabungan prinsip-prinsip demokrasi yang konsisten dengan penerapan hukum Islam. Ikhwanul Muslimin juga memberikan perlindungan bagi kaum minoritas (Kristen Koptik Mesir) dan memberikan hak-hak nya sebagai warga Negara.[44]
Gagasan Ekonomi Islam
Ekonomi Islam , Hasan Al-Banna memiliki pemikiran nasionalisme ekonomi, di masa abad 20 mesir masih dalam kendali inggris, yang masih mendominasinya mata uang Inggris yaitu Pound, Al-Banna mengatakan bahwa sudah sepatutnya mesir memiliki mata uang secara mandiri yang tidak bergantung pada mata uang pound, dalam anjuran al-banna masir sudah sepatutnya memiliki mata uang terstandar Emas (Dinar), dalam hal ini dengan manajemen mata uang yang baik akan dapat mengendalikan inflasi mesir yang tinggi, dan akan menciptakan kondisi yang lebih baik dan memberikan keuntungan bagikeseimbangan perdagangan Internasional Mesir. Al-Banna dari ekonomi Nasionalisme nya yang dikemukakannhya adalah melakukan mesirisai atas perusahaan swasta di mesir, dalam bidang perkebunan terbuka, transportasi dan keperluan umum. Ikhwan tidak tinggal diam, dan memberikan tindakan atas problem ini, yaitu dengan gagasan pemikirannya al-banna, Ikhwanul Muslimin mendirikan perusahaan pemintalan dan tenun, perusahaan perdagangan dan rekayasa serta pers Islam, meskipun kesuksesan aktivis seperti ini terlihat biasa saja, namun ini memperlihatkan keselarasan atara aktivisme ekonomi dan idealisme Agama.[45]

Epilogue
Berdasarkan pemaparan dan ulasan di atas bahwa Al-Banna sebagai Bapak pendiri Ikhwanul Muslimin sekaligus bapak pembaharu Islam modern, beliau bukan sekedar ahli teori belaka, namun sebagai pemimpin ummat Islam, Al-Banna lebih mengedepankan keseimbangan hidup dalam berbagai aspek, termasuk dalam pemikirannya bahwa islam adalah Agama yang universal dalam segala aspek kehidupan di berbagai bidang, Politik, Social, Pendidikan, Kenegaraan, Ekonomi, Budaya hingga sampai tatanan yang terkecil yaitu Keluarga. Sebagai penggagas reformasi Islam modern yang mengutamakan perkembangan keilmuan dar urusan dunia dan akhirat, serta diselaraskan dalam pemikirannya, dengan membawakan pergerakan yang besar sekaliber Ikhwanul Muslimin, Al-Banna mengembangkan gagasannya sebagian besar bukanlah muatan teori belaka, namun secara langsung al-banna melihat fakta dan peristiwa tersebut, yang di tuangkan dalam pemikirannya dan sebagai perjalanan yang gemilang bagi ilmuan islam modernis, menorehkan pemikirannya, Al-Banna adalah orang yang hidup di keluarga sederhana, ayahnya selain sebagai tukang reparasi jam beliau juga sebagai ulama, dengan pendidikan ayahnya sejak kecil inilah Al-Banna terbentuk menjadi orang yang memiliki pengaruh atas pemikirannya hingga saat ini. Al-banna berhasil membawakan Islam modern di kancah dunia, dan menunjukkan Islam adalah agama yang universal. Walaupun Al-Banna sudah tiada, namun karya-karyanya tidak akan di telan oleh zaman, dan akan terus hidup di hati para aktivis dan generasi Islam modern sampai masa yang di tentukan, dan menjadikan inspirasi  dan perhatian dunia internasional, terkhusus dalam organisasi pergerakan yang meneruskan pemikiran Al-Banna. Buah pemikiran Al-Banna telah melahirkan ribuan pergerakan reformis Islam modern di seluruh dunia. Dan setidaknya Al-Banna menawarkan Islam ‘’sejati’’ yakni Islam yang ditawarkan secara global dan tetap mengikuti perkembangan zaman modern serta menyetarakannya. Namun perlu di perhatikan, walaupun al-banna mengikuti perkembangan zaman modern, Al-Banna tetap memiliki alur dan koridor yang menuntunnya ke jalur yang sesuai denagan jati diri Islam. Yaitu pedang Islam yang di wariskan oleh Rasululloh Muhammad SAW, yang kita sudah tidak asing lagi yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah, dengan mengamalkan Islam kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.

Bibliografi

Abdullah Taufiq, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Houve, t.th.),
Ahmad, Rosmani, Analisis Terhadap Pemikiran Hasan Al-Banna, Analytica Islamica, vol 9.
Al-Anani, Khalil. ‘’The Power of The Jama’a: The Role of Hasan Al-Banna in Constructing The Muslim Brotherhood Collective Identity, United Kingdom’’: Brill Press, Durham University, Sociology of Islam, 2013.
Chirzin, M, Jihad Menurut Sayyid Qutb Dalam Tafsir Dzilal,  (Solo; Era Intermedia, 2001),
Colombe, M, L’E´ volution de l’E´ gypte—1924–1950 (Paris: G.P. Maisonneuve et Cie, 1951). Adreamura, journal of political ideologies, a genealogical inquiry into early Islamism: the discourse of hasan al-banna.
Harnisc, Cris & Mecham, Quinn.’’ Democratic Ideology in is Islamist Opposition? The Muslim Brotherhood’s ‘’Civil State’’.: Middle Eastern Studies. Published Online 2009.
Iqbal, Muhammad dan Nasution, Amin, Husein, Pemikiran Politik Islam dari masa klasik hingga Indonesia Kontemporer. Edisi refisi, kencana. Medan: 2012.
Mura, Adrea,’’Genealogical Inquiry Into Early Islamism: The Discourse of Hasan Al-Banna,’’. United kingdom: Department of Politics and International Relations, University of Aberdeen, Journal of Political Ideologes, Routledge Taylor and Francis Group, 2012.
Nasution Harun, (Eds), Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), hlm. 411, Anggaran Dasar Ikhwan al-Muslimin,
Ruslan. Utsman. Abdul. Mu’iz, Dr, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin 1928 hingga 1945. (solo: era intermedia 2000)
Soage. Ana, Belen. ‘’Hasan Al-Banna Or The Politicittion of Islam’’, University of Granada Published, UNSW Library, Routledge Taylor to Francis Group, 2008.
Warburg, G. R, Egypt and the Sudan—Studies in History and Politics (London: Frank Cass, 1985); W. Yale,The Near East A Modern History (Ann Arbor, MI: University of Michigan Press, 1953).


[1] M. Colombe, L’E´ volution de l’E´ gypte—1924–1950 (Paris: G.P. Maisonneuve et Cie, 1951). Adreamura, journal of political ideologies, a genealogical inquiry into early Islamism: the discourse of hasan al-banna.
[2] G. R. Warburg, Egypt and the Sudan—Studies in History and Politics (London: Frank Cass, 1985); W. Yale,The Near East A Modern History (Ann Arbor, MI: University of Michigan Press, 1953).
[3] Mura, Adrea,’’Genealogical Inquiry Into Early Islamism: The Discourse of Hasan Al-Banna,’’. United kingdom: Department of Politics and International Relations, University of Aberdeen, Journal of Political Ideologes, Routledge Taylor and Francis Group, 2012.
[4]  Rosmani ahmad, Analisis Terhadap Pemikiran Hasan Al-Banna, Analytica Islamica, Vol 9.
Hlm 220. 2007
[5] Muhammad Iqbal dan Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik Islam dari Masa Klasik hingga Indonesia Kontemporer. Hlm 185 dikutip dari Harun Nasution et. al. Ensiklopedi Islam Indonesia. H 196.
[6] Muhammad Iqbal dan Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik Islam dari Masa Klasik hingga Indonesia Kontemporer. Hlm 185 dikutip dari Harun Nasution et. al. Ensiklopedi Islam Indonesia. H 303.
[7] Muhammad Iqbal dan amin husein Nasution, Pemikiran Politik Islam dari masa klasik hingga Indonesia Kontemporer. Hlm 186 dikutip dari Badr Abdul Razzak Al-Mash, Al-Ihtisab Fi Da’wah Al-Imam Hasan Al-Banna, terj. Abu Zaid, Manhaj Dakwah Hasan Al-Banna, (solo: citra islam press, 1995), h 49
[8] Muhammad Iqbal dan Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik Islam dari Masa Klasik hingga Indonesia Kontemporer. Hlm 186 dikutip dari Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, hlm 303
[9] Ibid Muhammad Iqbal dan Amin Husein Nasution, hlm 187.
[10] M. Chirzin, Jihad Menurut Sayyid Qutb Dalam Tafsir Dzilal,  (Solo; Era Intermedia, 2001), hlm. 19-24.
[11] Taufik Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Houve, t.th.), hlm. 327.
[12] Mahadi Fadulullah, Titik Temu Agama dan Politik, Analisa Pemikiran Sayyid Qutb, (Solo: Ramadhani, 1991), hlm. 18.
[13] Taufik Abdullah, (eds), Op.cit,  
[14] Ali Abdul Halim Mahmud, Ikhwan al-Muslimin, Konsep Gerakan Terpadu, Jilid I, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), hlm. 25.
[15] Abdul Halim Mahmud, Op.cit, hlm. 26.
[16] Ruth Starkman, the Concept of Brotherhood Beyond Arendt and the Muslim Brotherhood, vol 16, (California USA) Program in Writing and Rhetoric, Starform University, USA, Published Online 2012. Hlm 597.
[17] Ibid Ruth Starkman, The Concept of Brotherhood Beyond Arendt and The Muslim
 Brotherhood. Hlm 599
[18] Soage. Ana, Belen. ‘’Hasan Al-Banna Or The Politicittion of Islam’’, University of Granada Published, UNSW Library, Routledge Taylor to Francis Group, 2008. Terjemahan. Hlm 26.
[19] Cris harnisc & Quinn mecham.’’ Democratic ideology in is islamist opposition? The muslim brotherhood’s ‘’civil state’’.: middle eastern studies. Published online 2009. Terjemahan Hlm 197.
[20] Al-Anani, Khalil. ‘’The Power of The Jama’a: The Role of Hasan Al-Banna in Constructing The Muslim Brotherhood Collective Identity, United Kingdom’’: Brill Press, Durham University, Sociology of Islam, 2013. Terj Hlm 56-57.
[21] Ibid, ’The Power of The Jama’a: The Role of Hasan Al-Banna in Constructing The Muslim Brotherhood Collective Identity, terjemahan Hlm 59.
[22] Muhammad Iqbal dan Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik Islam dari Masa Klasik hingga Indonesia Kontemporer. Hlm 186 dikutip dari Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, hlm 204
[23] Al-Anani, Khalil. ‘’The Power of The Jama’a: The Role of Hasan Al-Banna in Constructing The Muslim Brotherhood Collective Identity, United Kingdom’’: Brill Press, Durham University, Sociology of Islam, 2013. Terj Hlm 48
[24] Ibid’The Power of The Jama’a: The Role of Hasan Al-Banna in Constructing The Muslim Brotherhood Collective Identity  hlm 49
[25] Muhammad Iqbal dan Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik Islam dari Masa Klasik hingga Indonesia Kontemporer. Hlm 186 dikutip dari Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, hlm 191.
[26] Mura, Adrea,’’Genealogical Inquiry Into Early Islamism: The Discourse of Hasan Al-Banna,’’. United kingdom: Department of Politics and International Relations, University of Aberdeen, Journal of Political Ideologes, Routledge Taylor and Francis Group, 2012. Terjemahan hlm 66.
[27] Al-Anani, Khalil. ‘’The Power of The Jama’a: The Role of Hasan Al-Banna in Constructing The Muslim Brotherhood Collective Identity, United Kingdom’’: Brill Press, Durham University, Sociology of Islam, 2013. Terj Hlm 57-68
[28] Ibid ‘’The Power of The Jama’a: The Role of Hasan Al-Banna in Constructing The Muslim Brotherhood Collective Identity,  Hlm 51.
[29] Ibid ‘’The Power of The Jama’a: The Role of Hasan Al-Banna in Constructing The Muslim Brotherhood Collective Identity, terjemahan. Hlm 52
[30] Ibid ‘’The Power of The Jama’a: The Role of Hasan Al-Banna in Constructing The Muslim Brotherhood Collective Identity, terjemahan.  Hlm 48
[31] Rosmani ahmad, Analisis Terhadap Pemikiran Hasan Al-Banna, Analytica Islamica, Vol 9.
Hlm 218. 2007
[32] Soage. Ana, Belen. ‘’Hasan Al-Banna Or The Politicittion of Islam’’, University of Granada Published, UNSW Library, Routledge Taylor to Francis Group, 2008. Terjemahan. Hlm 29-30.
[33] Ibid ‘’Hasan Al-Banna Or The Politicittion of Islam’’ terjemahan hlm 31-32.
[34] Ibid ‘’Hasan Al-Banna Or The Politicittion of Islam’’ terjemahan hlm 31.
[35] Ibid Analysis Islamica Hlm 219 dikutip dari hasan al-banna risalahat-ta’lim dalam: Majmu’al Rasa’il Al-Imam Asy-Syahid Hasan Al-Banna (Beirut: Dar Al-Andalus, 1965).
[36] Ibid Analisis Islamica Hlm 219 dikutip dari dari Hasan Al-Banna Risalah At-Ta’lim dalam: Majmu’al Rasa’il Al-Imam Asy-Syahid Hasan Al-Banna (Beirut: Dar Al-Andalus, 1965).
[37] Rosmani Ahmad, Analisis Terhadap Pemikiran Hasan Al-Banna, Analytica Islamica, vol 9. Hlm 219. 2007 dikutip dari Charles Wendell, five….hlm 115-116.
[38] Ibid, Anality Islamica, Hlm 220. Dikutip dari Hasan Al-Banna masykalatuna, hlm 358-359.
[39] Muhammad Iqbal dan Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik Islam dari Masa Klasik hingga Indonesia Kontemporer. Hlm 186 Dikutip dari Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, hlm 196.
[40] Utsman Abdul Mu’iz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin 1928 hingga 1945. (solo: era intermedia 2000) hlm 72
[41] Rosmani Ahmad, Analisis Terhadap Pemikiran Hasan Al-Banna, Analytica Islamica, Vol 9. Hlm 219. 2007 Dikutip dari Hasan Al-Banna Risalah Al-Mu’tamar, Hlm 284-285.
[42] Ibid, Anality Islamica, Hlm 55 Dikutip dari Majmu’at Al-Rasail Hlm 168.
[43]. Al-Anani, Khalil. ‘’The Power of The Jama’a: The Role of Hasan Al-Banna in Constructing The Muslim Brotherhood Collective Identity, United Kingdom’’: Brill Press, Durham University, Sociology of Islam, 2013. Terj Hlm 55
[44] Cris Harnisc & Quinn Mecham.’’ Democratic ideology in is Islamist Opposition? The Muslim Brotherhood’s ‘’Civil State’’.: Middle Eastern Studies. Published Online 2009. Terjemahan Hlm 202
[45] Rosmani Ahmad, Analisis Terhadap Pemikiran Hasan Al-Banna, analytica islamica, vol 9. Hlm 220. 2007 dikutip dari M. husaini, the Moslem Brethren (Beirut, khayats 1956). Hlm 56.

0 komentar:

Posting Komentar